• Home
  • About
  • Contact
  • Sitemap
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Advertise
Tujuan I -  Pendidikan Online

Ahok Djarot Pilkada DKI

  • AHOK DJAROT PILKADA DKI
  • Home
  • DUNIA KESEHATAN
  • HUKUM PIDANA
  • MANAJEMEN
  • DAFTAR OBAT MUNTAH
  • SURAT LAMARAN KERJA
  • ▼
Home → Manajemen → Keefektifan dan Kinerja Organisional

Keefektifan dan Kinerja Organisional

Unknown
Manajemen
Saturday, June 15, 2013

Konsep keefektifan seperti juga konsep budaya organisasinal, juga memiliki pemaknaan yang beragam yang berimplikasi pada kesulitan dalam pemahaman konsep dan metoda. Hal tersebut disebabkan belum adanya kesepakatan tentang dimensi-dimensi dari konsep keefektifan, kriteria yang digunakan dalam pengukuran, tingkat analisis yang appropriate dan kelompok kegiatan organisasional mana yang mencerminkan pusat perhatian untuk studi keefektifan (Scott, 1977). Kondisi “chaos” tentang konsep tersebut tidak membuat konsep keefektifan “hengkang” dari topik organisasi. 

Dalam pandangan Cameron dan Whetten (1983), ada tiga alasan meliputi teoritis, empiris dan praktis. Pertama secara teoritis konsep keefektifan organisasional secara teoritis terletak pada pusat semua model organisasional. Kedua, keefektifan secara empiris berfungsi sebagai variabel penting dalam kegiatan riset dan konsep penting dalam penafsiran fenomena organisasional. Dan ketiga, adanya kebutuhan untuk membuat judgements tentang kinerja (performance) berbagai organisasi. Namun demikian, paling tidak ada dua pandangan yang paling banyak digunakan dalam mengevaluasi keefektifan kepemimpinan, yaitu dalam kaitannya dengan konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakan pemimpin tersebut bagi para pengikutnya dan para stakeholder organisasi lainnya. 

Pandangan lainnya dengan melihat berbagai jenis hasil yang telah digunakan, termasuk di dalamnya kinerja dan pertumbuhan kelompok atau organisasi dari pemimpin tersebut, kesediaannya untuk menanggapi tantangan-tantangan atau krisis-krisis, kepuasan pengikut dengan pemimpinnya, komitmen pengikut terhadap sasaran-sasaran kelompok, kesejahteraan psikologis dan pengembangan para pengikut dan kemajuan pemimpin ke posisi kekuasaan yang lebih tinggi di dalam organisasi. Beberapa model keefektifan organisasional yang berkembang dalam khasanah akademik dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.    Model-model Keefektifan Organisasional
Model
Definisi
Kapan Bermanfaat?
Model Tujuan (Goal Model)
Mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
Tujuan-tujuan jelas, konsesual, berjangka waktu dan terukur
Model Sumber Daya Sistem (System resource Model)
Mampu memperoleh sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan
Ada kaitan jelas antara input dan kinerja
Model Proses Internal
Fungsi-fungsi internal berjalan lancar
Ada kaitan jelas antara berbagai proses organisasional dan kinerja
Multiple Constituency Model
Semua pihak terkait terpuaskan
Pihak-pihak terkait mempunyai pengaruh kuat terhadap organisasi
Competing Values Model
Memenuhi preferensi pihak-pihak terkait dalam hal empat kuadran yang berbeda
Organisasi tidak jelas kriterianya atau sering berubah kriteria
Model Legitimasi
Kelangsungan hidup terjamin sebagai hasil pelaksanaan kegiatan legitimate
Kelangsungan hidup organisasi penting
Model Ketidakefektifan
Tidak mempunyai kelemahan-kelemahan atau sifat-sifat sumber ketidakefektifan
Kriteria keefektifan tidak jelas atau berbagai strategi perbaikan diperlukan.
Sumber: K.S. Cameron (1984)


Salah satu hal yang menyebabkan kurangnya pengembangan konsepsual mengenai keefektifan adalah kesulitan dalam mengintegrasikan berbagai konsepsualisasi organisasi yang berbeda. Oleh karena itu setiap upaya pengembangan konsep keefektifan harus dimulai dengan suatu analisis teori organisasi yang menjadi dasarnya (Goodman dan Penning, 1980). 

3. Hubungan Budaya Organisasional dengan Keefektifan Organisasional 

Tujuan seorang manajer dalam setiap organisasi secara logis menghendaki peningkatan kinerja organisasional organisasi. Namun demikian banyak problem organisasional dan ketidakpastian (uncertainty) baik internal maupun eksternal yang seringkali mengganggu pencapaian kinerja organisasional. Bahkan banyak penelitian menunjukkan kegagalan organisasi lebih sering disebabkan oleh permasalahan manajerial organisasi secara internal (Koontz, 1991). Permasalahan tersebut mendorong Peters dan Waterman (1982) menggagas pentingnya kebudayaan organisasional untuk meningkatkan keefektifan dan kinerja organisasional. Menurut Peters dan Waterman, setiap organisasi mempunyai kebudayaannya masing-masing. Tiap kebudayaan tersebut dapat menjadi kekuatan positif dan negatif dalam mencapai kinerja organisasionalonal. Dalam berbagai penelitian dan kajian manajemen organisasi banyak para ahli telah meyakini keeratan hubungan antara budaya organisasional (organizational culture) dan keefektifan organisasional, sehingga hubungan keduanya hampir tidak diperdebatkan lagi. 

Penelitian O’Reilly (1989) menunjukkan dukungan penting bagi proposisi di atas bahwa budaya perusahaan mempunyai pengaruh terhadap keefektifan suatu perusahaan terutama pada perusahaan yang mempunyai budaya yang sesuai dengan strategi dan dapat meningkatkan komitmen karyawan terhadap perusahaan. Kemudian Lusch dan Harvey (1994) mengatakan bahwa peningkatan kinerja organisasional juga ditentukan oleh aktiva tidak berwujud, antara lain: budaya organisasional, hubungan dengan pelanggan (customer elationship) dan citra perusahaan (brand equity). 

Pandangan tersebut sejalan dengan kajian sebelumnya yang dilakukan Kotter dan Heskett (1992) bahwa budaya organisasional diyakini sebagai salah satu faktor kunci penentu (key variable factors) kesuksesan kinerja organisasional seperti yang disampaikan pada hasil studi mereka: 



Berdasarkan penelitian terhadap 207 perusahaan dari 22 jenis industri di Amerika Serikat, Kotter dan Heskett menemukan bahwa budaya organisasional mempunyai dampak yang signifikan terhadap kinerja ekonomi perusahaan untuk jangka panjang. Secara lengkap empat peran utama budaya organisasional berhasil dieksplorasi dari penelitian tersebut, meliputi: 1) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja ekonomi perusahaan, 2) menjadi faktor yang lebih menentukan sukses atau gagalnya perusahaan pada masa mendatang, 3) dapat mendorong peningkatan kinerja ekonomi jangka panjang jika di dalam perussahaan terdiri dari orang-orang yang layak dan cerdas, dan 4) dibentuk untuk meningkatkan kinerja perusahaan. 

Demikian pula hasil penelitian sejumlah perusahaan di Amerika Serikat yang melakukan merger pada dekade 1980-an yang menunjukkan bahwa merger seringkali mengalami kegagalan karena tidak kompatibel dengan budaya organisasional (Marren, 1993). Sehingga keselarasan antara nilai-nilai individu (individual values) dengan nilai-nilai organisasi (organizational values) secara signifikan berhubungan dengan komitmen organisasional, kepuasan kerja, keinginan berhenti dan turn over seperti yang diperoleh dari sejumlah hasil riset empiris Kreitner dan Knicky (1995). 

Pandangan di atas didukung pula oleh pandangan beberapa ahli ilmu-ilmu sosial dan manajemen organisasi, seperti: Hofstede (1991), Sharplin (1992), Wilhelm (1992), Martin (1992), Mody dan Noe (1996), Sobirin (1997), dan Luthans (1998). 

Dalam kasus di Indonesia, studi tentang pengaruh budaya organisasional terhadap keefektifan kinerja manajerial dan kinerja ekonomi organisasi telah banyak dilakukan. Misalnya studi yang dilakukan oleh Supomo dan Indriantoro (1998) yang meneliti 79 manajer dari berbagai departemen dalam perusahaan-perusahaan manufaktur yang menemukan bukti empiris adanya pengaruh positif budaya organisasional yang berorientasi pada orang terhadap keefektifan aanggaran partisipatif dalam peningkatan kinerja manajerial. Bahkan penelitian yang dilakukan Lako dan Irmawati (1997) menjelaskan keberhasilan organisasi mengimplementasikan nilai-nilai (values) budaya organisasional dapat mendorong organisasi tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. 

Sejumlah penelitian di atas menunjukkan bahwa budaya organisasional memiliki peran yang sangat strategis untuk mendorong dan meningkatkan keefektifan kinerja organisasional, termasuk di dalamnya kinerja manajerial, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Di sini, budaya organisasional berperan penting untuk menentukan arah organisasi, bagaimana mengalokasikan dan mengelola sumber daya sebagai kekuatan internal dalam memanfaatkan peluang (opportunity) dan mengantisipasi ancaman (threat).

ADS HERE !!!

Newer Post
Older Post
Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

Popular Posts

  • CODIPRONT (Codeine, Phenyltoloxamine)
    CODIPRONT (Codeine, Phenyltoloxamine)  Obat batuk dengan efek jangka panjang 10 – 12 jam  KOMPOSISI  Codipront Kapsul  Tiap Kapsul mengandun...
  • GARAMYCIN Krim, Salep (Gentamicin Sulfate)
    GARAMYCIN Krim, Salep (Gentamicin Sulfate)  Obat Generik : Gentamicin / Gentamisin Sulfat Obat Bermerek : Balticin, Bioderm, Dermabiotik, De...
  • Jenis - Jenis Obat Kortikosteroid
    Obat Kortikosteroid  Oradexon Tablet dan Injeksi ORADEXON Tablet, Suntik (Dexamethasone / Deksametason) Obat Generik : Dexamethasone...
  • BACTROBAN Krim / Salep Kulit (Mupirocin)
    Nama Obat Generik : Mupirocin / Mupirosin  Nama Obat Bermerek : Bactroban  KOMPOSISI / KANDUNGAN  Tiap 1 gram Bactroban Krim mengandung Mupi...
  • Contoh Latar Belakang Manajemen
    A.     Latar Belakang Manajemen  Sesungguhnya mulai kapan teori manajemen itu ada? Yaitu mulai sejak para pelaku usaha berkecimpung memi...
My Ping in TotalPing.com
My Ping in TotalPing.com

Labels

  • Cara Mengatasi Penyakit
  • Dunia Kesehatan
  • Hukum pidana
  • Manajemen

Popular Posts

  • CODIPRONT (Codeine, Phenyltoloxamine)
    CODIPRONT (Codeine, Phenyltoloxamine)  Obat batuk dengan efek jangka panjang 10 – 12 jam  KOMPOSISI  Codipront Kapsul  Tiap Kapsul mengandun...
  • GARAMYCIN Krim, Salep (Gentamicin Sulfate)
    GARAMYCIN Krim, Salep (Gentamicin Sulfate)  Obat Generik : Gentamicin / Gentamisin Sulfat Obat Bermerek : Balticin, Bioderm, Dermabiotik, De...

Pages

  • Home
Copyright © 2015 Tujuan I - Pendidikan Online . All rights reserved. My Notes Template. Simple Default Template edited by RT Media ™. Powered by Login