Karakter bangsa adalah kualitas jati diri bangsa yang membedakannya dengan bangsa lain.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat heterogen, yang masih dalam tahap belajar untuk berdemokrasi. Karakter bangsa selayaknya bersumber pada nilai-nilai dan simbol kebangsaan yang kita miliki (1) . Hal ini didasarkan pada fakta bahwa bangsa Indonesia adalah “bangsa yang besar” seperti yang sering kita dengan dan kita dengungkan dalam berbagai kesempatan. Fakta tersebut memang berdasarkan pada kenyataan, bahwa Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar ke-lima didunia (setelah Cina, India, Rusia, Amerika Serikat) dan sejak tahun 1999 kita telah diklaim sebagai negara demokratis terbesar ketiga sesudah India dan Amerika Serikat. Selain itu, Indonesia adalah merupakan percontohan Negara Islam terbesar di dunia yang demokratis.
Suasana toleransi dan saling menghargai antar umat beragama sangat tinggi. Dapat dikatakan bahwa 90 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang totalnya sebanyak 230,6 juta jiwa adalah muslim (1) . Jumlah penduduk yang besar dapat merupakan potensi, sekaligus hambatan. Apabila penduduknya berkualitas semua maka bangsa tersebut jaya, meskipun tidak selalu menjadi negara yang “adidaya” tetapi merupakan bangsa yang mempunyai “karakter”.
Bangsa Indonesia juga dikenal sebagai bangsa dimana terdapat sifat “gotong royong” – saling membantu, dan hal ini memang tidak terdapat istilah yang setara dengan kata “gotong royong” dalam kosakata bahasa lain. Akan tetapi dalam kurun waktu kemajuan zaman dan pengarug global, sifat “gotong-royong” makin pudar dan diganti dengan sifat sifat “individualistik” serta “arogansi pribadi”. Apakah yang menyebabkan terjadinya perubahan “karakter bangsa” ini sehingga pada saat ini (tahun 2011) sering didengar bahwa bangsa Indonesia telah kehilangan karakater bangsa nya ? Memang banyak hal-hal yang mewarnai “karakter” ini bila kita cermati berbagai hal yang terkait budaya (“culture”) ataupun faktor faktor sosial lainnya maupun terkait faktor ekonomi bangsa.
Untuk itu, maka adalah tepat adanya “FORUM PEMULIHAN JATIDIRI BANGSA” atau “PELESTARIAN KARAKTER BANGSA” dapat diselenggarakan melalui pendidikan dan pengajaran di lingkungan institusi pendidikan Indonesia disemua strata agar dapat diperoleh manfaat mengembalikan martabat bangsa. Strategi umum pembangunan sdm berkualitas dalam penegakan kepribadian, penegasan kemandirian bangsa menjalin sinergi kebangkitan bangsa harus dicapai melalui pendidikan . Disamping melalui pendidikan formal oleh institusi pendidikan, pembangunan sumber daya manusia juga dapat dilaksanakan secara non formal. Disinilah peran pembinaan kesadaran bela negara kepada setiap warga juga menjadi semakin penting dilakukan melalui berbagai upaya internalisasi guna membangun karakter dan perkuatan jati diri bangsa, sehingga mampu mengaplikasikan nilai-nilai bela negara ke semua aspek kehidupan. (2) Dalam mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang memiliki intelektualitas baik, pendidikan diperlukan agar sebuah bangsa dapat memiliki karakter dan jati dirinya, yaitu jatidiri ke-Indonesiaan, sehingga tercipta generasi penerus yang mampu mewujudkan bangsa dan negara ini menjadi negara yang maju, mandiri dan bermartabat. Karena inilah yang merupakan kekuatan pertahanan (soft power) bagi bangsa dan negara dalam menghadapi kompleksitas tantangan dan ancaman di era global. Derasnya arus informasi era global ini, tidak berarti suatu bangsa harus kehilangan kepribadian atau jati diri, akan tetapi justru pada era inilah sebuah bangsa harus mampu menunjukkan jati dirinya. Karena, bangsa yang malang akan kehilangan jati dirinya dan niscaya akan menjadi budak bangsa lain. Ia akan terpinggirkan dari peradaban sejarah dan selanjutnya bangsa itu akan punah. Akibat dari fenomena tersebut adalah terjadinya kemerosotan ( ”dekadensi”) moral dan etika, yang akan mewarnai perubahan karakter bangsa. Selanjutnya, Akibat dari kemerosotan ini adalah kehidupan bangsa mengalami sejumlah paradoks luar biasa: kita menikmati kebebasan dan demokrasi tetapi kita kehilangan identitas bersama. Kita mengalami kemanjuan pesat dalam pembangunan infrastruktur politik namun padas yang sama dasar-dasar kebersamaan sebagai bangsa jutsru semakin menipis, konflik kedaerahan, etnis dan agama meningkat dan tuntutan keadilan masih muncul di mana-mana. Reformasi kita rupanya sekaligus dibarengi dengan absenya pandangan kebangsaan (3) .
PENDIDIKAN KARAKTER
Kebersamaan dan asas kekeluargaan (mutualism and brotherhood, atau ukhuwah) merupakan tuntutan paradigmatik, menjadi titik-tolak dan tuntunan hidup untuk melaksanakan dan mewujudkan misi-misi nasional kita, tugas nasional kita adalah "...Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa...". (op.cit (4)) . Krisis ekonomi akan membawa kemelaratan dan bertambahnya kemiskinan, yang menyebabkan pula perubahan tatanilai dan moral suatu bangsa. Peranan pendidikan akan dapat mempengaruhi kokohnya keimanan dan secara tidak langsung juga moralitas dan karakter bangsa. Sistem ekonomi “kapitalistik” yang menjadi dasar dan bukan sistem ekonomi “kebersamaan” menjadikan salah satu sebab “keterpurukan ekonomi Indonesia” : banyak hutang, tidak mampu bayar hutang, terus minta hutang, dalam sebuah alam tanah air yang makmur sumberdaya dan makmur sumberalam. Analisis dari berbagai kejadian di negara dan bangsa ini dalam kancah internasional, serta bagaimana peran perguruan tinggi dalam menghadapi globalisasi dengan segala hiruk pikuk fenomena fenomena pada saat ini yang nampak dimata kita, mengharuskan kita memang melakukan “upaya pemulihan”, serta dapat menyatukan pendapat dengan konsep yang jelas akan kebutuhan nasional bangsa Indonesia (5) .
Perlu disadari bahwa definisi pembangunan humanistik yang mulia adalah bahwa development is an expansion of people's capabilities and creativity, pembangunan adalah perluasan kemampuan dan kreativitas rakyat, sebagaimana ditegaskan oleh Nobel Laureate Amartya Sen (Sen, 1999). Pembangunan adalah perihal meningkatkan human capital (Hatta, 1967), yang kemudian secara keseluruhan membentukkan social capital bangsa, bahwa pembangunan haruslah berawal dari human investment agar bisa dengan lebih baik mengelola modal natural resources dan modal financial sebagai tuntutan riil dan empirik (4, 5) . Hal inilah yang diperlukan bagi peranan pendidikan dalam membangun karakter bangsa, karena sumberdaya manusia inilah yang menjadi modal suatu bangsa untuk dapat terus maju dalam kancah persaingan global. Karakter ini akan membawa kekuatan menawar (“bargaining power”) sebagai ciri martabat bangsa yang akan mampu menjadi sisi yang berani menawar, bukan menjadi bagian yang dilecehkan .
Adanya kesan bahwa Indonesia menjadi “negara paling korup” menjadikan kita sering merasa sebagai bangsa yang termarjinalkan, yang menjadikan kita merasa “risi” dalam percaturan kehidupan internasional (6) . Budaya adiluhung yang paling minimal, yang harus diemban oleh kaum intelektual umumnya, seperti berlaku jujur, berpegang teguh pada kebenaran, mencintai tanah air, patriotik dan melindungi segenap anak bangsa, sudah semakin tipis dalam percaturan kehidupan berbangsa, bernegara serta dalam berwacana akademik. Oleh karena itu korupsi pun menjadi-jadi makin marak, baik korupsi materi, korupsi waktu, korupsi kekuasaan, korupsi ideologis dan bahkan korupsi akademik (6) . Apabila pendidikan nasional kita masih lemah dan tidak selamanya bisa mencukupi dan mumpuni, kepada pundak siapa lagi tugas nation and character building dan pengukuhan kebhinneka-tunggalikaan kita taruh harapan ? Solusi untuk hal ini adalah :
1. Pendidikan karakter bangsa harus segera dilaksanakan disemua jenjang pendidikan dari tingkat PAUD sampai pendidikan tinggi yang diintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran/ mata kuliah. Pendidikan karakter bangsa menjadi tanggung jawab setiap guru atau dosen dalam melaksanakan proses pembelajaran, baik kurikuler maupun ekstra kurikuler dengan melalui keteladanan baik dalam bersikap, berprilaku, maupun berbahasa. Pendidikan karakter di tingkat PAUD dan pendidikan dasar memegang peranan penting, karena merupakan pondasi dasar untuk penanaman keimanan, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur/ akhlakul karimah.
2. Pendidikan karakter bangsa harus dimulai dari pendidikan dalam keluarga, sekolah/ kampus/ pesantren, dan masyarakat. Pendidikan karakter di lingkungan dan masyarakat sangat penting dan sangat membantu dan menentukan keberhasilan pendidikan karakter di sekolah/ kampus (7) .