Setelah melakukan kunjungan ke Lembaga Permasyarakatan (Lapas) di Mataram penulis dapat melihat secara langsung keberadaan para napi di dalam penjara Indonesia, suatu pengalaman yang sangat menarik. Ketika diwawancarai oleh penulis Kepala Lembaga Permasyarakatan (Kalapas) Purwadi menegaskan bahwa orang orang yang ditahan dalam Lapas dipisah dalam dua kategori yaitu:
1. Tahanan – dimana perkaranya masih berlanjut pada tahap persidangan dan belum ada keputusan dari hakim
2. Narapidana (Napi) – terpidana yang sudah dijatuhkan keputusan dan hukuman penjara oleh pengadilan
Purwadi menerangkan bahwa di Lapas Mataram pada saat diwawancarai ada 571 orang dalam penahanan. Sebagai berikut:
Pria Wanita Total
Tahanan 238 17 225
Narapidana 296 20 316
Total 534 37 571
Narapidana pria yang ditahan di Lapas Mataram kemudian dipisahkan dua kategori lain berdasarkan kriminalitasnya; yaitu narapidana yang dihukum untuk kejahatan narkotika, dan yang lain misalnya pencurian, lalu lintas, penipuan, pembunuhan, ‘togel’ (‘toto gelap’, judi) dan sebagainya. Purwadi mengatakan bahwa ini merupakan salah satu upaya untuk “memotong jaringannya” penjahat narkotika, yang diduga akan mendorong napi lain untuk mencoba narkotika dan oleh sebab itu memperluas jaringannya. Kalapas tersebut juga menegaskan bahwa penjahat narkoba merupakan 35% dari jumlah narapidana laki-laki. Penulis dapat melihat secara langsung bahwa penjahat narkotika tersebut ditahan dalam lima buah kamar dengan jumlah orang sehingga lebih dari 30 orang per kamar, apalagi kamar mandi dan WC terletak di dalam kamar tersebut. Untuk tempat tidurnya, narapidana dapat memakai sebuah tikar yang terbentang di atas lantai yang terbuat dari beton.
Salah satu petugas, Kusnan, menjelaskan bahwa setiap kamar ada wali; salah satu petugas yang bertanggung jawab atas kamar tersebut. Wali tersebut ditugaskan untuk mendengar keluhan keluhan dari narapidana, menetapkan aturan tata-tertib di dalam kamar dan mengurus semua hal terkait dengan jangka penahanan untuk narapidana masing masing, baik cuti bersyarat, pelepasan bersyarat maupun remisi.
Petugas Lapas menerangkan bahwa setiap hari para narapidana dapat keluar dari kamar untuk dua jam di sore hari untuk berolahraga di halaman tengah. Kemudian untuk para narapidana setiap Selasa, Kamis dan Minggu, ada jam kunjungan untuk keluarga dari jam 09:00 s/d 13:30. Keluarga para narapidana dapat memberikan makanan dan barang barang lain misalnya kue kue, sikat gigi dan lain lainnya, setelah diperiksa di ruang geledah.
Purwadi menegaskan bahwa Lapas Mataram sebetulnya dirancang untuk menahan 350 orang, akan tetapi pada saat kunjungan ada hampir 600 orang yang ditahan. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa Lapas Mataram sedang “over capacity” (melebihi kapasitasnya). Kalapas juga mengatakan bahwa fasilitas-fasilitas di lapas sangat terbatas maka program-program pembinaan ataupun rehabilitasi berkurang. Walaupun begitu, Lapas Mataram dilengkapi dengan suatu bengkel dimana para narapidana dapat bekerja, misalnya memperbaiki atau mencuci baik sepeda motor maupun mobil.
Kesimpulan
Secara garis besar, proses peradilan antara Australia dan Republik Indonesia agak mirip. Ada Lembaga Penyidikan (Kepolisian) yang bertanggungjawab mendeteksi dan menyelidiki kejahatan, kemudian ada Lembaga Penuntutan (di Australia sejajar dengan “Department of Public Prosecutions”) yang bertanggungjawab atas memeriksa berkas-berkas yang diajukan dari Lembaga Penyidikan sebelum perkaranya dapat dilimpahkan ke pengadilan. Ada juga Lembaga Pemutus Perkara, atau pengadilan yang bertanggungjawab memutuskan bersalah tidaknya seorang terdakwa. Meskipun demikian ada pula cukup banyak perbedaan dalam rincian teknis pada setiap tahap dari proses peradilan di dua negara tersebut. Penulis berharap bahwa laporan ini berhasil untuk menggambarkan dan menjelaskan beberapa perbedaan tersebut.
ADS HERE !!!