KONTRASEPSI HORMONAL
Sama halnya dengan cara KB pada wanita, pemberian hormon seks steroid yang dapat memblokir ovulasi secara umpan balik negatif (negative feedback), juga terjadi secara analogi pada pria. Pemberian hormon androgen akan menekan produksi LH oleh pituitari anterior, yang pada akhirnya menekan spermatogenesis. Namun, hal ini akan menimbulkan efek samping berupa penurunan libido dan berpotensi pula untuk menurunkan kemampuan seksual. Prinsip ini pertama kali ditunjukkan pada tahun 1974, dengan menggunakan kombinasi estrogen oral dengan metil testosteron. Selanjutnya, para ahli melakukan beberapa langkah percobaan klinik dengan menggunakan testosteron tunggal, atau dikombinasikan dengan progestin. Langkah ini menunjukkan lebih dari 90% efektif dalam mencegah konsepsi/kehamilan, dan tidak menunjukkan efek samping yang serius (8, 11, 21).
Selama beberapa tahun, para peneliti telah mempelajari efek suntikan testosteron tanpa kombinasi sebagai kontrasepsi pria, dan ternyata dapat menekan produksi sperma sampai tingkat yang sangat rendah. Namun, ternyata terbukti bahwa efek testosteron tanpa kombinasi ini terdapat perbedaan secara etnis. Para pria Asia normal, khususnya Asia Timur, hampir selalu dapat menjadi oligospermia dan bahkan sampai azospermia ketika diberi testosteron undecanoate sebanyak 500 sampai 1000 mg setiap bulan. Sedangkan hanya 86% dari pria kulit putih (kaukasian) yang dapat mencapai oligospermia atau azospermia dengan pemberian testosteron yang serupa (8, 9, 10)
Cara yang lebih efektif adalah dengan menggabungkan testosteron dengan progestin. Cara ini juga dirasakan lebih aman karena dosis hormon testosteron dapat diturunkan, tetapi khasiatnya tidak berkurang. Suatu suntikan kombinasi testosteron undecanoate dengan norethindrone enanthate yang diberikan pada interval 6-minggu, dapat menyebabkan azospermia pada 90% dari subyek penelitian (9, 10, 21).
Progestin yang dikombinasikan dengan testosteron terdiri dari berbagai jenis, antara lain adalah norethisterone, desogestrel, levonorgestrel, etonogestrel, depot-medroxyprogesterone acetate (DMPA) atau nestorone. Dari beberapa macam progestin tersebut, yang terlihat paling efektif adalah etonogestrel dan levonorgestrel. Efek penurunan LH ternyata lebih banyak dipengaruhi oleh hormon androgen daripada oleh progestin (9, 22, 23).
Selain dikombinasikan dengan progestin, testosteron juga dapat digabung dengan antagonis gonadotropin-releasing hormone (GnRH), yang ternyata juga menunjukkan efektifitas yang tinggi (10)
Untuk pria yang kurang menyukai metode suntikan, saat ini telah dilakukan riset dengan menggunakan testosteron bentuk tempel/trandermal (“koyo”) yang dikombinasikan dengan pil estrogen. Pil estrogen yang digunakan adalah desogestrel atau DMPA. Dengan cara ini, keberhasilan untuk menurunkan spermatogenesis pada pria bisa mencapai 80% (24, 25)
Efek samping penggunaan kontrasepsi hormonal pria yang telah diketahui sejauh ini antara lain adalah timbulnya perubahan mood, jerawat, depresi, penurunan libido dan disfungsi ereksi. Karena semua studi yang dilakukan selama ini hanya dalam durasi yang relatif singkat, maka tidak mungkin untuk melakukan evaluasi efek samping jangka panjang pada tulang, prostat serta penyakit kardiovaskuler. Beberapa efek samping ini mungkin disebabkan oleh progestin (11, 26).
ADS HERE !!!