PERBANDINGAN FOTO PANORAMIK DAN BITE WING PADA DIAGNOSIS RESOBSI TULANG INTERALVEOLARIS REGIO POSTERIOR
Enny Willianti
Dosen bagian Ilmu penyakit gigi dan mulut
Fakultas kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Email : ennywillianti@yahoo.com
ABSTRAK
Pengamatan alveolaris resorpsi tulang dapat dilakukan secara klinis, tetapi akan lebih tepat dan akurat jika dilakukan radiografi. Para rontgen foto yang dapat digunakan untuk mengamati resorpsi tulang alveolaris antara mereka: foto panorama dan foto sayap menggigit.
Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan foto panorama dan sayap foto gigitan untuk mengetahui resorpsi tulang interalveolaris Regio posterior.
Setiap sampel dirawat oleh sayap foto panorama dan menggigit. Hasil radiografi dianalisis oleh dua pengamat. Pengukuran tinggi tulang marginal proksimal diukur oleh penguasa khusus untuk foto menggigit sayap. Dalam rangka mengukur tinggi tulang marginal proksimal dari foto panorama serta digunakan penguasa yang sama. Penyerapan tulang marjinal dinyatakan oleh nilai (skor).
Statistik uji Wilcoxon dua tes sampel digunakan untuk membandingkan foto panorama dan menggigit sayap untuk mengetahui resorpsi tulang interalveolaris Regio posterior.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara foto panorama sayap dan menggigit dalam pengukuran resorpsi tulang interalveolaris pada gigi posterior Regio.
Keywords: foto panorama, menggigit foto sayap, alveolaris resorpsi tulang.
COMPARE THE PANORAMIC PHOTO AND THE BITE WING PHOTO ON RESORPTION OF POSTERIOR REGIO INTERALVEOLARIS BONE DIAGNOSIS
Enny Willianti
Lecturer Faculty of medicine University of Wijaya Kusuma Surabaya
Email: ennywillianti@yahoo.com
ABSTRACT
The observation of alveolaris bone resorption can be performed clinically, but it will be more appropriate and accurate if performed radiographically. The roentgen photo that can be used to observe this alveolaris bone resorption among of them : a panoramic photo and a bite wing photo.
The aim of this research is comparing the panoramic photo and the bite wing photo to know the resorption of posterior regio interalveolaris bone.
Each samples were treated by the panoramic and bite wing photo. The radiographic result was analysed by two observers. The measurement of height of proximal marginal bone was measured by a special ruler for bite wing photo. In order measure the height of proximal marginal bone from the panoramic photo as well as used the same ruler. The absorption marginal bone was stated by value (score).
Statistic test of Wilcoxon two sample test was used in order to compare the panoramic and bite wing photo to know the resorption of regio posterior interalveolaris bone.
The result of this research showed that no significant difference between the panoramic and bite wing photo in the measurement of resorption of interalveolaris bone on posterior regio teeth.
Keywords: panoramic photo, bite wing photo, alveolaris bone resorption.
PENDAHULUAN
Latar belakang
Untuk menentukan diagnosa dan rencana perawatan yang tepat terhadap suatu penyakit atau kelainan gigi dan mulut, diperlukan pemeriksanaan yang lengkap dan teliti terhadap penderita mulai dari anamnesa, gejala penyakit, dan gejala obyektif sehingga dapat menentukan diagnosa yang tepat. Untuk mendapatkan diagnosa yang tepat, banyak sarana penunjang yang diperlukan.
Dalam bidang kedokteran gigi, salah satu sarana penunjang adalah pemeriksaan dengan foto rontgen. Peranan foto rontgen sangat besar, diantaranya dalam membantu menentukan macam dan rencana perawatan yang akan dilakukan (Mc. Call, 1957 ; O’Brein, 1972).
Banyak macam cara pemeriksaan foto rontgen di bidang kedokteran gigi, antara lain : Intra Oral (periapikal, bite wing, oklusal) dan Ekstra Oral (panoramik, waters, TMJ, Postero Anterior).
Ketinggian tulang alveolaris secara normal dipelihara oleh adanya keseimbangan yang konsisten antara pembentukan (aposisi) dan resobsi tulang. Resobsi atulang alveolaris ini dapat terjadi secara patologis karena penyakit periodontal, penyakit sistematik tertentu dan lain-lain, ataupun secara fisiologis karena proses penuaan.
Terjadinya resolusi tulang alveolaris dapat diakibatkan oleh perubahan-perubahan sebagai berikut (Glickman, 1972) :
- Peningkatan resobsi dengan aposisi tilang yang normal.
- Aposisi tulang yang menurun dengan resobsi yang normal.
- Resobsi yang meningkat disertai dengan penurunan aposisi tulang.
Pengamatan resobsi tulang alveolaris dapat dilakukan secara klinis yaitu jika resobsi yang terjadi cukup banyak, namun lebih tepat dan teliti jika dilakukan secara radiografis. Foto-foto rontgen yang dapat dipakai untuk mengamati resobsi tulang alveolaris ini antara lain adalah (Akesson et.al, 1989) :
- Foto Bite Wing.
- Foto Panoramik.
- Foto Eisler.
- Foto Periapikal.
Penyakit periodontal yang paling banyak adalah keradangan (Hurt, 1976). Keradangan ini dimulai dari gingiva (gingivitis) dan dapat melanjut ke jaringan periodontal yang lebih dalam (periodontitis), yaitu terjadi resobsi tulang interalveolaris.
Foto rontgen merupakan salah satu sarana penunjang di antara sekian banyak pemeriksaan yang dipakai untuk menegakkan diagnose dan rencana perawatan gigi. Oleh karena itu keefektifan penelitian radiografik dalam menyelidiki tanda-tanda dasar sangat diperlukan.
Karena tiap-tiap foto rontgen mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, maka pemakaian/pemilihan foto diusahakan dengan menentukan foto rontgen yang mempunyai kekurangan yang paling minimal. Dengan cara menggabungkan dengan foto rontgen lain yang dapat menutupi kekurangan tersebut.
Dengan cara foto lebih dari satu macam proyeksi, dapat menghindari keragu-raguan yang dapat timbul dalam mendiagnosa kelainan yang terdapat pada penderita, sehingga dokter gigi segera melakukan rencana perawatan yang tepat.
Secara umum, dikatakan bahwa hasil atau nilai diagnostic dari radiografik panoramik lebih rendah daripada radiografik intra oral (Stenstrom et al, 1982). Tetapi dari Muhammed dan Manson Hinh (1982), Galal et al (1985), dan Douglass et al (1986), mengungkapkan kesamaan yang tinggi antara hasil pada radiografik panoramik dengan intra oral.
Pemeriksaan radiografik yang paling sering digunakan dalam melengkapi pemeriksaan klinis maupun penelitian epidemiologis pada kelainan yang ada di daerah periodontal adalah radiografik posterior bite wing, yang dibuktikan sangat bermanfaat dalam penayangan penyakit tulang periodontal oleh Hansen et al (1984).
Permasalahan
1. Apakah dengan foto panoramik, resobsi tulang interalveolaris regio posterior dapat terlihat?
2. Apakah dengan foto bite wing, resobsi tulang interalveolaris regio posterior dapat terlihat?
3. Di antara foto panoramik dan bite wing, manakah yang lebih tepat digunakan untuk melihat resobsi tulang interalveolaris regio posterior?
Tujuan penelitian
Untuk membandingkan foto panoramik dan bite wing dalam melihat resobsi tulang interalveolaris regio posterior.
BAHAN DAN METODE
Alat-alat yang digunakan :
- Kaca mulut
- Dental x-ray unit foto merk Belmont, Dx-066 A (60 KVp 8 mA)
- Panoramik x-ray unit foto (ASAHI AX-4)
- Penggaris khusus
- Unit pencuci film
- Bite wing holder.
Bahan-bahan :
- Film panoramik
- Film Bite wing
- Larutan developer
- Larutan fiksasi.
Metode
20 sampel diambil dari penderita laki-laki atau perempuan umur 20-50 tahun dengan diagnosis periodontitis yang bergeligi posterior lengkap dengan kontak proksimal mencapai permukaan distal molar pertama permanen.
Pada tiap sampel dilakukan dua kali pemotretan, yaitu dengan foto bite wing (kiri dan kanan) dan foto panoramik.
Pembuatan radiografik :
Pembuatan yang terdiri dari dua radiografik bite wing regio posterior dilakukan dengan menggunakan unit sinar x. Radiografik bite wing diambil dengan angulasi horisontal + 10 dengan menggunakan film E-speed (Ektaspeed, Eastman Kodak, Rochester, USA), dan rata-rata waktu penyinaran 0,4 detik.
Radiografik panoramik dibuat dengan menggunakan orthopantomograf (panoramik x-ray unit) merk ASAHI Type AX-4 (modifikasi).
Pengamatan :
Hasil radiografik dinilai oleh dua pengamat. Masing-masing pengamat melakukan pembacaan terpisah dengan panduan yang sudah ditentukan.
Pemeriksaan radiografik :
Setelah pemotretan, kemudian dilakukan pencucian film, dengan syarat hasil foto sebagai berikut :
- Cemento Enamel Junction harus terlihat.
- Kontak proksimal mencapai permukaan distal gigi molar pertama permanen.
- Tidak didapatkan distorasi pada hasil foto.
Pengukuran tinggi tulang marginal bagian proksimal diukur dengan menggunakan penggaris yang dirancang khusus untuk bite wing foto (lihat gambar 4). Penggaris ini sedikit dimodifikasi dari yang telah digambarkan oleh Hakansson dkk. (1981). Modifikasi berupa penyamaan jarak skor dan penambahan skor, yaitu dari 10 menjadi 15, dengan maksud untuk menambah ketelitian pengukuran.
Penggaris tersebut digunakan dengan ketentuan sebagai berikut :
- Garis vertikal dari penggaris ditempatkan sejajar dengan sumbu panjang gigi. Jika gigi berakar ganda maka garis dari puncak cusp mesial/ distal ke apeks mewakili sumbu panjang gigi.
- Garis pertama dari penggaris ditempatkan berhimpit dengan puncak mahkota sisi yang diperiksa.
- Garis kedua dari penggaris ditempatkan berhimpit dengan CEJ sisi yang diperiksa.
Resobsi tulang marginal dinyatakan dengan nilai (skor). Untuk bisa mendapatkan pembandingan langsung antara kedua metode yang digunakan, maka digunakan penggaris yang sama untuk radiograf bite wing maupun radiograf panoramik.
Kriteria skor :
4 : normal.
5 - 8 : kerusakan tulang alveolaris sampai 1/3 akar gigi.
8 - 11 : kerusakan tulang alveolaris sampai 2/3 akat gigi.
11 - 15 : kerusakan total tulang alveolaris.
Uji statistik :
Untuk membandingkan foto panoramik dan bite wing dalam melihat resobsi tulang interalveolaris regio posterior, maka menggunakan uji statistik Wilcoxon two sample test.
HASIL
Data yang dihasilkan dari penelitian ini adalah data ordinal, karena penilaian atau pengukuran yang dilakukan berupa skor. Dalam penelitian ini dilihat terlebih dahulu nilai kesepakatan antar pengamat. Nilai dihitung dengan membandingkan hasil pengukuran oleh kedua pengamat dari masing-masing gigi, yaitu premolar kedua, molar pertama, molar kedua pada sisi kanan dan kiri.