Kerjasama Peternakan
Kerjasama ASEAN di bidang peternakan semakin berkembang, terutama mengenai Regularization of Production and Utilization of Animal Vaccines; Promotion of International Trade in Livestock and Livestock Products; dan Strengthening Animal Diseases Control Programme. Sejumlah inisiatif baru, termasuk Common Stand on Codex Issues dan Veterinary Drug Residues in Food juga telah dimulai.
Dalam upaya mengatur produksi dan pemanfaatan vaksin hewan, ASEAN telah menyetujui untuk memperbaiki mekanisme yang ada serta prosedur registrasi vaksin hewan yang diproduksi di dalam dan di luar Negara Anggota ASEAN. Untuk tujuan ini, sebuah mekanisme tunggal akan dipakai. AMAF ke-29 di Bangkok, 2007, telah menyetujui ASEAN Standard for Live Infectious Bronchitis Vaccine dan Inactivated Infectious Bronchitis Vaccine. Para Menteri Pertanian ASEAN juga telah mengakreditasi ulang National Veterinary Drug Assay Laboratory (NVDAL), Gunung Sindur, Indonesia sebagai laboratorium pengetesan vaksin untuk 9 vaksin hewan selama periode 3 tahun.
Munculnya Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) di beberapa Negara Anggota ASEAN sejak Desember 2003 memiliki dampak yang cukup besar terhadap perekonomian kawasan. Salah satu kekhawatiran ialah kemampuan virus untuk menyebar dari unggas ke manusia. Untuk menanganinya, dibentuk Regional Framework for Control and Eradication of HPAI. ASEAN telah menyelesaikan implementasi 8 (delapan) komponen dalam kerangka regional tersebut, bekerjasama dengan organisasi internasional/mitra wicara.
ASEAN telah membentuk dan menandatangani Agreement for Establishment of the ASEAN Animal Health Trust Fund (AHTF) pada bulan November 2006 untuk mendukung aktivitas ASEAN mengendalikan dan memberantas penyakit hewan di kawasan.
Kerjasama Perikanan
ASEAN Network of Fisheries Post-Harvest Technology Center melanjutkan kerjasamanya dengan Departemen Penelitian Perikanan Laut dari Southeast Asia Fisheries Development Center (SEAFDEC) untuk mengimplementasi kegiatan-kegiatan: (i) HACCP Training Programmes, (ii) Regional Code of Conduct on Post-Harvest Practices and Trade, dan (iii) ASEAN-Australia Development and Cooperation Programme (AADCP) mengenai “Quality Assurance and Safety of ASEAN Fish and Fishery Products”. Kesuksesan kolaborasi dengan SEAFDEC juga mendorong pengembangan inisiatif baru berupa: Seafood Safety Information Network dan Chloramphenicol, and Nitrofuran Residues in Aquaculture Fish and Fish Products.
ASEAN terus melanjutkan kolaborasi dengan SEAFDEC dan telah menyetujui kerja sama untuk memperkuat mekanisme dan implementasi program perikanan kawasan melalui pembentukan “ASEAN-SEAFDEC Strategic Partnership (ASSP)”. Dalam AMAF ke-29, telah ditandatangani Letter of Understanding (LoU) ASSP oleh Sekjen ASEAN dan Sekjen SEAFDEC.
Dengan bantuan dari Australia, ASEAN telah menyelesaikan Hazard Guide-A Guide to the Indentification and Control of Food Safety Hazard in the Production of Fish and Fisheries Products in the ASEAN Region, dan Guidelines on Development of Standard Operating Procedures (SOP) for Health Certification and Quarantine Measures for the Responsible Movement of Live Food Finfish.
Negara-negara Anggota ASEAN juga telah menyetujui inisiatif untuk membentuk ASEAN Shrimp Alliance (ASA) dan ASEAN Network on Aquatic Animal Health Centres (ANAAHC).
Kerjasama Kehutanan
Pengembangan kriteria nasional dan indikator untuk pengelolaan hutan berkelanjutan (sustainable forest management/SFM), termasuk pengkajian kebijakan, dan penanaman hutan telah mengalami kemajuan di masing-masing Negara Anggota ASEAN. Pada tingkat regional, pengembangan inisiatif Pan ASEAN Timber Certification telah menggunakan kriteria yang diakui secara internasional untuk memastikan diterimanya produk kayu ASEAN yang bersertifikat di pasar internasional. Sesuai dengan persyaratan pelaporan kehutanan internasional, AMAF ke-29 telah menyetujui sebagai berikut:
i. ASEAN Criteria and Indicators for Sustainable Management of Tropical Forests;
ii. Monitoring, Asssesment and Reporting Format for Sustainable Forest Management in ASEAN; dan
iii. ASEAN Guidelines for the Implementation of IPF/IFF proposals for Action
Isu illegal logging untuk dikerjasamakan di ASEAN telah diperjuangkan oleh Indonesia lebih dari 3 (tiga) tahun lalu. Pada awalnya, Malaysia sangat resisten terhadap isu dimaksud. Namun akhirnya, Malaysia dapat menerima illegal logging dikerjasamakan di ASEAN mengingat hal tersebut telah mendapatkan dukungan dari anggota ASEAN lainnya. Akhirnya disepakati ASEAN Ministerial Statement on Strengthening Forest Law Enforcement and Governance (FLEG) in ASEAN yang memuat mengenai kerja sama ASEAN untuk memberantas illegal logging and its associated trade. FLEG tersebut telah didukung dengan Work Plan for Strengthening FLEG in ASEAN 2008 – 2015.
Di bawah program ASEAN-German Regional Forest Program, ASEAN Forestry Clearing House Mechanism (CHM) telah dibentuk untuk memberikan landasan informasi di antara Negara-negara Anggota ASEAN terkait diskusi mengenai hal-hal yang menjadi kepentingan bersama.
Volume pertama dari Database on ASEAN Herbal and Medicinal Plants, yang terdiri dari 64 species tanaman telah diselesaikan dan diterbitkan. Saat ini ASEAN tengah menyelesaikan volume kedua Database yang berisikan 50 species.
ASEAN juga telah setuju untuk bekerjasama secara lebih proaktif dan intensif dalam implementasi CITES. Menteri-menteri ASEAN yang bertanggungjawab untuk CITES telah mendeklarasikan Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and India pada tanggal 8 Oktober 2003 pada tanggal 2-14 Oktober di Bangkok. ASEAN pun menunjukkan komitmennya pada bidang ini dengan mengembangkan dan mengadopsi ASEAN Regional Action Plan on Trade in Wild Fauna and Flora 2005-2010. ASEAN Wildlife Enforcement Network (ASEAN-WEN) telah dibentuk pada Desember 2005 untuk menyediakan mekanisme koordinasi dan pertukaran informasi yang efektif di antara badan-badan penegak ubli pada level nasional dan regional untuk memberantas perdagangan flora dan fauna liar secara illegal.
ADS HERE !!!