Beberapa variasi dalam penerapan Manajemen Kinerja berbasis MBS.Mengingat banyaknya kendala dan kemungkinan penyalahgunaan dalam penerapannya, dalam praktek penerapan sistem MBS ini dapat ditemukan secara berbeda-beda. Perbedaan tersebut berkisar mulai dari formalisasi atau stukturisasi caranya dalam suatu organisasi tertentu sampai taraf mana bawahan diijinkan untuk menentukan sasaran mereka sendiri. Beberapa jenis variasinya dapat disebutkan dibawah ini:
· MBS diterapkan dengan cara sangat informal. Seperti kita ketahui, bahwa MBS seringkali diterapkan sebagai suatu sistem manajemen yang sangat formal dengan penjadwalan yang tepat dan formulir-formulir khusus yang digunakan untuk menyajikan tujuan dan standar untuk dinilai/dievaluasi. Tetapi kemudian lebih banyak perusahaan yang meninggalkan cara yang sangat formal dan kaku tersebut. Mungkin juga bahwa MBS masih tetap dilaksanakan secara formal sampai pada tahapan menetapkan sasaran dan rencana kerja, tetapi pertemuan untuk melakukan penilaian secara regular apakah tiap kwartal, semester atau setiap akhir tahun sering kali dilaksanakan secara informal saja.
· Ada kebebasan anak buah dalam menetapkan sasarannya sendiri. Dalam hal ini ada beberapa fackor yang mempengaruhi. Pertama, dalam kasus dimana jenis pekerjaan yang dilaksanakan oleh sebuah organisasi harus persis mengikuti apa yang digariskan (misalnya industri khusus – reaktor nuklir), maka hampir semua karyawan hanya mengikuti apa yang digariskan oleh pimpinannya. Di pihak lain, dalam organisasi yang justru tergantung pada kreativitas orang-orangnya, kebebasan yang sangat besar diberikan pada semua orang untuk menetapkan tujuan masing-masing selama semua mengarahan pada dan mendukung tercapainya tujuan organisasi yang utama (misalnya industri teknologi informasi).
· Hasil kerja siapa yang diukur. Hal ini berkaitan dengan hambatan dari penerapan sistem MBS di Negara-negara seperti Indonesia, yaitu bahwa orang Indonesia masih cenderung kuat rasa kolektivismenya dan lebih suka menetapkan sasaran kerja untuk kelompok, bukan untuk sendiri-sendiri. Untuk menerobos hambatan tersebut, manajemen dapat mengambil “keuntungan” dari budaya kolektif dengan meminta kelompok untuk menetapkan sasaran kerja yang ingin mereka capai, misalnya dalam hal efisiensi kerja dan produktifitas. Oleh karena itu cara ini biasanya digunakan untuk menjadi dasar dalam pembagian bonus yang dikaitkan dengan peningkatan produktivitas atau efisiensi.
· Pemberian skorsing. Mengingat kemungkinan terjadinya penyalahgunaan dalam sstem MBS yang berbentuk penggunaan segala cara yang mungkin tidak halal banyak perusahaan beranggapan bahwa bila penilaian semata mata didasarkan pada hasil (result) dapat menimbulkan dua bahaya:
1. karyawan yang sangat ambisius dan mempunyai keinginan yang sangat kuat untuk menonjol dan maju sendiri akan dijangkiti obsesi yang berlebiahan terhadap pencapaian hasil, sehingga kalau perlu mengorbankan teman atau anak buah.
2. focus/ perhatian/ minat karyawan sangat terikat dengan pencapaian hasil dalam jangka pendek (maksimum 1 tahun) sehingga mereka akan mengabaikan program-program jangka panjang yang mungkin sangat penting.
Berdasarkan pertimbangan tersebut banyak perusahaan masih tetap menekankan pentingnya memberi nilai pada “cara” atau “proses” bagaimana hasil tersebut dicapai, yang sebenarnya merupakan “input” yang didayagunakan untuk memperoleh “output” yang ditargetkan. Sistem Manajemen Kinerja yang digunakan masih tetap menyisihkan score atau point untuk factor-faktor tersebut, yang dalam beberapa perusahaan disebut “ kompensasi”, misalnya kerjasama dalam team, hubungan antar pribadi dan sebagainya. Hasil akhir biasanya score dibagi menjadi dua bagian antara 65%-70% untuk pencapaian sasaran (hasil) dan 30-35% untuk faktor-faktor kualitatif yang disebutkan tersebut. Faktor-faktor yang umum digunakan sebagai komponen kualitatif adalah:
1. Technical Knowledge (pengetahuan tentang aspek teknis dari pekerjaannya sendiri).
2. Kompensasi Manajerial (Misal: objectives/target setting, planning, organizing, dll., bagi yang memiliki jabatan manajerial saja).
3. Keterampilan Komunikasi (prestasi, negoisasi dll.).
4. Resourcefullness(kreativitas, inisiatif, dan inovasi).
5. Kemampuan untuk mrnyemangati bawahan untuk berprestasi tinggi secara konsisten(bagi yang memimpin sejumlah orang).
6. Kemampuan Hubungan Antar Pribadi (kemauan dan keterampilan).
7. Kerjasama dalam team (kemauan dan keterampilannya)
8. Ketaatan pada “Sistem nilai” (kode etik/ prinsip-prinsip berusaha yang diterapkan perusahaan.
Setiap faktor tersebut harus di buat tingkatan-tingkatannya, apakah antara 1 sampai 10 atau A(untuk terbaik) sampai E (terburuk)dan kemudian di buat definisi/penjelasn untuk tingkatan tersebut.
ADS HERE !!!