• Home
  • About
  • Contact
  • Sitemap
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Advertise
Tujuan I -  Pendidikan Online

Ahok Djarot Pilkada DKI

  • AHOK DJAROT PILKADA DKI
  • Home
  • DUNIA KESEHATAN
  • HUKUM PIDANA
  • MANAJEMEN
  • DAFTAR OBAT MUNTAH
  • SURAT LAMARAN KERJA
  • ▼
Home → Dunia Kesehatan → MEKANISME TERJADINYA NYERI KEPALA PRIMER

MEKANISME TERJADINYA NYERI KEPALA PRIMER

Unknown
Dunia Kesehatan
Sunday, June 23, 2013
Jimmy Hadi Widjaja 

Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya 


ABSTRAK 

Yang disebut sebagai nyeri kepala primer adalah suatu nyeri kepala tanpa disertai adanya penyebab struktural organik. Berdasarkan klasifikasi Internasional Nyeri Kepala Edisi 2 dari IHS (International Headache Society) yang terbaru tahun 2004, Nyeri Kepala Primer terdiri atas Migraine, Tension type Headache, Cluster Headache and other trigeminal-autonomic cephalalgias dari Other Primary Headaches (IHS, 2004). Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme patofisiologi nyeri kepala primer ini, akan tetapi pada dasarnya secara umum patofisiologinya hampir mirip satu sama lainnya dengan disertai adanya sedikit perbedaan spesifik yang masing-masing belum diketahui selengkapnya dengan benar. 

Kata kunci : patofisiologi Nyeri Kepala Primer, Migraine, Tension type Headache 

PRIMARY MECHANISMS OF HEAD PAIN
Jimmy Hadi Widjaja
Lecturer Faculty of Medicine, University of Wijaya Kusuma Surabaya 



ABSTRACT 

The so-called primary headache is a headache without any organic cause of structural. Based on the classification of the International Headache second edition of the IHS (International Headache Society) the most recent in 2004. Primary Head Pain consists of Migraine, Tension-type Headache, Cluster Headache and other trigeminal-autonomic cephalalgias from Other Primary Headaches (IHS, 2004). Many factors play a role in the pathophysiological mechanisms of primary headache is but basically the general pathophysiology is almost similar to each other with slight differences with the specific individual is not known more correctly 

Keywords : pathophysiology of Primary Head Pain, Migraine, Tension-type Headache 




PENDAHULUAN 

Sebagian besar orang pernah mengalami nyeri kepala (sefalgi) pada sepanjang hidupnya, terbukti dari hasil penelitian population base di Singapore (Ho, 2002) didapati prevalensi life time nyeri kepala penduduk Singapore adalah pria 80%, wanita 85% (p= 0.0002). Angka tersebut hampir mirip dengan hasil penelitian pendahuluan di Medan terhadap mahasiswa Fakultas Kedokteran USU mendapati hasil pria 78% sedangkan wanitanya 88% (Sjahrir, 1978). 

Dalam tulisan ini di jelaskan mekanisme perkembangan terkini mengenai neuropatofisiologi nyeri kepala primer berdasarkan bukti-bukti penelitian yang teruji. Lebih tahu mengenai hal mekanisme terjadinya suatu penyakit, maka lebih tahu pula kita mengenai prospek pengobatannya untuk masa mendatang. 

Patofisiologi Nyeri kepala. 

Pada nyeri kepala, sensitisasi terdapat di nosiseptor meningeal dan neuron trigeminal sentral. Fenomena pengurangan nilai ambang dari kulit dan kutaneus allodynia didapat pada penderita yang mendapat serangan migren dan nyeri kepala kronik lain yang disangkakan sebagai refleksi pemberatan respons dari neuron trigeminalsentral (Milanov, 2003). 

lnervasi sensoris pembuluh darah intrakranial sebagian besar berasal dari ganglion trigeminal dari didalam serabut sensoris tersebut mengandung neuropeptid dimana jumlah dan peranannya adalah yang paling besar adalah CGRP (Calcitonin Gene Related Peptide), kemudian diikuti oleh SP (substance P), NKA (Neurokinin A), pituitary adenylate cyclase activating peptide (PACAP) nitricoxide (NO), molekul prostaglandin E2 (PGEJ2), bradikinin, serotonin (5-HT) dan adenosin triphosphat (ATP), mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor-nosiseptor. Khusus untuk nyeri kepala klaster clan chronic parox-ysmal headache ada lagi pelepasan VIP (vasoactive intestine peptide) yang berperan dalam timbulnya gejala nasal congestion dan rhinorrhea (Bolay, 2002). 

Marker pain sensing nerves lain yang berperan dalam proses nyeri adalah opioid dynorphin, sensory neuron-specific sodium channel (Nav 1.8), purinergic reseptors (P2X3), isolectin B4 (IB4), neuropeptide Y, galanin dan artemin reseptor( GFR-α3 = GDNF Glial Cell Derived Neourotrophic Factor family receptor-α3) (Machelska, 2003). Sistem ascending dan descending pain pathway yang berperan dalam transmisi dan modulasi nyeri terletak dibatang otak. Batang otak memainkan peranan yang paling penting sebagai dalam pembawa impuls nosiseptif dan juga sebagai modulator impuls tersebut. Modulasi transmisi sensoris sebahagian besar berpusat di batang otak (misalnya periaquaductal grey matter, locus coeruleus, nukleus raphe magnus dan reticular formation), ia mengatur integrasi nyeri, emosi dan respons otonomik yang melibatkan konvergensi kerja dari korteks somatosensorik, hipotalamus, anterior cyngulate cortex, dan struktur sistem limbik lainnya. Dengan demikian batang otak disebut juga sebagai generator dan modulator sefalgi (Cecchini, 2003). 

Stimuli elektrode, atau deposisi zat besi Fe yang berlebihan pada periaquaduct grey (PAG) matter pada midbrain dapat mencetuskan timbulnya nyeri kepala seperti migren (migraine like headache). Pada penelitian MRI (Magnetic Resonance Imaging) terhadap keterlibatan batang otak pada penderita migren, CDH (Chronic Daily Headache) dan sampel kontrol yang non sefalgi, didapat bukti adanya peninggian deposisi Fe di PAG pada penderita migren dan CDH dibandingkan dengan kontrol (Lake, 2002). 

Patofisiologi CDH belumlah diketahui dengan jelas .Pada CDH justru yang paling berperan adalah proses sensitisasi sentral. Keterlibatan aktivasi reseptor NMDA (N-metil-D-Aspartat), produksi NO dan supersensitivitas akan menaikkan produksi neuropeptide sensoris yang bertahan lama. Kenaikan nitrit Likuor serebrospinal ternyata bersamaan dengan kenaikan kadar cGMP (cytoplasmic Guanosine Mono phosphat) di likuor. Kadar CGRP, SP maupun NKA juga tampak meninggi pada likuor pasien CDH (Gallai, 2003). 

Reseptor opioid di downregulated oleh penggunaan konsumsi opioid analgetik yang cenderung menaik setiap harinya. Pada saat serangan akut migren, terjadi disregulasi dari sistem opoid endogen, akan tetapi dengan adanya analgesic overusedmaka terjadi desensitisasi yang berperan dalam perubahan dari migren menjadi CDH (Lake, 2002). 

Adanya inflamasi steril pada nyeri kepala ditandai dengan pelepasan kaskade zat substansi dari perbagai sel. Makrofag melepaskan sitokin lL1 (Interleukin 1), lL6 dan TNFα (Tumor Necrotizing Factor α) dan NGF (Nerve Growth Factor). Mast cell melepas/mengasingkan metabolit histamin, serotonin, prostaglandin dan arachidonic acid dengan kemampuan melakukan sensitisasi terminal sel saraf. Pada saat proses inflamasi, terjadi proses upregulasi beberapa reseptor (VR1, sensory specific sodium/SNS, dan SNS-2) dan peptides (CGRP, SP) (Buzzi, 2003). 

Patofisiologi Migren 

Cutaneous allodynia (CA) adalah nafsu nyeri yang ditimibulkan oleh stimulus non noxious terhadap kulit normal. Saat serangan/migren 79% pasien menunjukkan cutaneus allodynia (CA) di daerah kepala ipsilateral dan kemudian dapat menyebar kedaerah kontralateral dan kedua lengan (Bolay,2002). 

Allodynia biasanya terbatas pada daerah ipsilateral kepala, yang menandakan sensitivitas yang meninggi dari neuron trigeminal sentral (second-order) yang menerima input secara konvergen. Jika allodynia lebih menyebar lagi, ini disebabkan karena adanya kenaikan sementara daripada sensitivitas third order neuron yang menerima pemusatan input dari kulit pada sisi yang berbeda, seperti sama baiknya dengan dari duramater maupun kulit yang sebelumnya (Bolay,2002). 

Ada 3 hipotesa dalam hal patofisiologi migren yaitu 

1. Pada migren yang tidak disertai CA, berarti sensitisasi neuron ganglion trigeminal sensoris yang meng-inervasi duramater. 

2. Pada migren yang menunjukkan adanya CA hanya pada daerah referred pain, berarti terjadi sensitisasi perifer dari reseptor meninggal (first order) dan sensitisasi sentral dari neuron komu dorsalis medula spinalis (second order) dengan daerah reseptif periorbital. 

3. Pada migren yang disertai CA yang meluas keluar dari area referred pain, terdiri atas penumpukan dan pertambahan sensitisasi neuron talamik (third order) yang meliputi daerah reseptif seluruh tubuh. 

Pada penderita migren, disamping terdapat nyeri intrakranial juga disertai peninggian sensitivitas kulit. Sehingga patofisiologi migren diduga bukan hanya adanya iritasi pain fiber perifer yang terdapat di pembuluh darah intrakranial, akan tetapi juga terjadi kenaikan sensitisasi set safar sentral terutama pada sistem trigeminal, yang memproses informasi yang berasal dari struktur intrakranial dan kulit. 

Pada beberapa penelitian terhadap penderita migren dengan aura, pada saat paling awal serangan migren diketemukan adanya penurunan cerebral blood flow (CBF) yang dimulai pada daerah oksipital dan meluas pelan-pelan ke depan sebagai seperti suatu gelombang ("spreading oligemia”), dan dapat menyeberang korteks dengan kecepatan 2-3 mm per menit. hal ini berlangsung beberapa jam dan kemudian barulah diikuti proses hiperemia. Pembuluh darah vasodilatasi, blood flow berkurang, kemudian terjadi reaktif hiperglikemia dan oligemia pada daerah oksipital, kejadian depolarisasi sel saraf menghasilkan gejala scintillating aura, kemudian aktifitas sel saraf menurun menimbulkan gejala skotoma. Peristiwa kejadian tersebut disebut suatu cortical spreading depression (CDS). CDS menyebabkan hiperemia yang berlama didalam duramater, edema neurogenik didalam meningens dan aktivasi neuronal didalam TNC (trigeminal nucleus caudalis) ipsilateral. Timbulnya CSD dan aura migren tersebut mempunyai kontribusi pada aktivasi trigeminal, yang akan mencetuskan timbulnya nyeri kepala (Lauritzen, 2001). 

Pada serangan migren, akan terjadi fenomena pain pathway pada sistem trigeminovaskuler, dimana terjadi aktivasi reseptor NMDA, yang kemudian diikuti peninggian Ca sebagai penghantar yang menaikkan aktivasi proteinkinase seperti misalnya 5-HT, bradykinine, prostaglandin, dan juga mengaktivasi enzym NOS. Proses tersebutlah sebagai penyebab adanya penyebaran nyeri, allodynia dan hiperalgesia pada penderita migren. 

Fase sentral sensitisasi pada migren, induksi nyeri ditimbulkan oleh komponen inflamasi yang dilepas dari dura, seperti oleh ion potasium, protons, histamin, 5HT (serotonin), bradikin, prostaglandin E di pembuluh darah serebral, dan serabut saraf yang dapat menimbulkan nyeri kepala. Pengalih komponen inflamasi tersebut terhadap reseptor C fiber di meningens dapat dihambat dengan obat-obatan NSAIDs (non steroid anti inflammation drugs) dan 5-HT 1B/1D agonist, yang memblokade reseptor vanilloid dan reseptor acid-sensittive ion channel yang juga berperan melepaskan unsur protein inflamator). 

Fase berikutnya dari sensitisasi sentral dimediasi oleh aktivasi reseptor presinap NMDA purinergic yang mengikat adenosine triphosphat (reseptor P2X3) dan reseptor 5-HT IB/ID pada terminal sentral dari nosiseptor C-fiber. Nosiseptor C-fiber memperbanyak pelepasan transmitter. Jadi obat-obatan yang mengurangi pelepasan transmitter seperti opiate, adenosine dan 5-HT1B/1D reseptor agonist, dapat mengurangi induksi daripada sensitisasi sentral. 

Proses sensitisasi di reseptor meningeal perivaskuler mengakibatkan hipersensitivitas intrakranial dengan manifestasi sebagai perasaan nyeri yang ditimbulkan oleh berbatuk, rasa mengikat di kepala, atau pada saat menolehkan kepala. Sedangkan sensitivitas pada sentral neuron trigeminal menerangkan proses timbulnya nyeri tekan pada daerah ektrakranial dan cutaneus allodynia. Sehingga ada pendapat bahwa adanya cutaneus allodynia (CA) dapat sebagai marker dari adanya sentral sensitisasi pada migren. 

Pada pemberian sumaptriptan maka aktivitas batang otak akan stabil dan menyebabkan gejala migren pun akan menghilang sesuai dengan pengurangan aktivasi di cingulate, auditory dan visual association cortical. Hal itu menunjukkan bahwa patogenesis migren sehubungan dengan adanya aktivitas yang imbalance antara brain stem nuclei regulating antinoception dengan vascular control. Juga diduga bahwa adanya aktivasi batang otak yang menetap itu berkaitan dengan durasi serangan migren dan adanya serangan ulang migren sesudah efek obat sumatriptan tersebut menghilang (Lake, 2002). 

Kruit MC dalam laporan penelitiannya yang dimuat pada The Journal of American Medical Association Januari 2004 vol 291 mengenai gambaran MRI yang supersensitif pada 161 pasien migren dibandingkan dengan 141 orang tanpa migren. Temuan ini telah mengubah pandangan terhadap migren yang selama ini dianggap sebagai suatu episodic disorder dengan gejala transient menjadi suatu chronic progressive disorder yang mengakibatkan perubahan permanen dari parenkhim otak. Pada subyek kontrol tanpa migren didapati 38% adanya tiny brain lesion. Peneliti mendapatkan adanya lesi diotak yang lebih banyak dan lebih luas pada pasien wanita migren 2 kali banyak dibandingkan dengan laki-laki secara signifikan. Pasien yang lebih sering mendapat serangan migren dan juga disertai aura lebih banyak menunjukkan lesi infark dibandingkan tanpa aura (IHS, 2004).
ADS HERE !!!

Newer Post
Older Post
Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

Popular Posts

  • CODIPRONT (Codeine, Phenyltoloxamine)
    CODIPRONT (Codeine, Phenyltoloxamine)  Obat batuk dengan efek jangka panjang 10 – 12 jam  KOMPOSISI  Codipront Kapsul  Tiap Kapsul mengandun...
  • GARAMYCIN Krim, Salep (Gentamicin Sulfate)
    GARAMYCIN Krim, Salep (Gentamicin Sulfate)  Obat Generik : Gentamicin / Gentamisin Sulfat Obat Bermerek : Balticin, Bioderm, Dermabiotik, De...
  • Jenis - Jenis Obat Kortikosteroid
    Obat Kortikosteroid  Oradexon Tablet dan Injeksi ORADEXON Tablet, Suntik (Dexamethasone / Deksametason) Obat Generik : Dexamethasone...
  • BACTROBAN Krim / Salep Kulit (Mupirocin)
    Nama Obat Generik : Mupirocin / Mupirosin  Nama Obat Bermerek : Bactroban  KOMPOSISI / KANDUNGAN  Tiap 1 gram Bactroban Krim mengandung Mupi...
  • Contoh Latar Belakang Manajemen
    A.     Latar Belakang Manajemen  Sesungguhnya mulai kapan teori manajemen itu ada? Yaitu mulai sejak para pelaku usaha berkecimpung memi...
My Ping in TotalPing.com
My Ping in TotalPing.com

Labels

  • Cara Mengatasi Penyakit
  • Dunia Kesehatan
  • Hukum pidana
  • Manajemen

Popular Posts

  • CODIPRONT (Codeine, Phenyltoloxamine)
    CODIPRONT (Codeine, Phenyltoloxamine)  Obat batuk dengan efek jangka panjang 10 – 12 jam  KOMPOSISI  Codipront Kapsul  Tiap Kapsul mengandun...
  • GARAMYCIN Krim, Salep (Gentamicin Sulfate)
    GARAMYCIN Krim, Salep (Gentamicin Sulfate)  Obat Generik : Gentamicin / Gentamisin Sulfat Obat Bermerek : Balticin, Bioderm, Dermabiotik, De...

Pages

  • Home
Copyright © 2015 Tujuan I - Pendidikan Online . All rights reserved. My Notes Template. Simple Default Template edited by RT Media ™. Powered by Login