Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebagai Wujud Pengembangan Kurikulum
1. KTSP sebagai Dokumen dan Paradigma
Perubahan kurikulum pada dasarnya bukanlah sekedar perubahan dokumen. Akan tetapi ada sisi lain yang seharusnya ikut berubah. Sisi lain itu adalah pola berpikir dan pola bertindak yang dikenal dengan paradigma. Paradigma dalam konteks ini diartikan sebagai pola berpikir dan pola bertindak dalam memandang, menyikapi, dan melaksanakan pendidikan pada umumnya dan pembelajaran pada khususnya. Perubahan pola berpikir dan pola bertindak dimulai dari kesiapan pelaku dan pelanggan pendidikan (manusia) untuk berubah. Jika manusianya tidak mempersiapkan diri untuk berubah, perubahan itu tidak akan pernah terjadi. Perubahan paradigma itu hanya dapat terjadi manakala manusianya ingin berubah.
Fenomena yang mengapung permukaan ternyata sangat kontras. Hal itu terlihat pada beberapa dekade perubahan kurikulum. Pada saat dokumen dan prinsip kurikulum mengalami perubahan, ternyata paradigma manusianya tidak berubah. Bahkan ada kecendrungai untuk mempertahankan yang lama. Ambillah contoh kurikulum 1994. Secara prinsip kurikulum itu memberi kebebasan kepada guru (pendidik) untuk melakukan dua hal penting yakni penjabaran dan penyesuaian. Hal yang dijabarkan dan disesuaikan ialah tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strtaegi pembelajaran, sumber pembelajaran, dan alat atau media pembelajaran. Oleh berbagai kebijakan, hak-hak pendidik untuk melakukan penjabaran dan penyesuaian itu menjadi lenyap. Kebijakan itu misalnya adalah penyeragaman buku, penyeragaman metode, dan penyeragaman-penyeragaman lain.
Selain itu, guru tidak memiliki keberanian untuk berimprovisasi dalam melakukan penjabaran dan penyesuaian. Mereka dihantui oleh rasa takut karena adanya penyeragaman. Akibatnya pola berpikir dan pola bertindak guru menjadi apriori. Lebih menerima apa adanya ketimbang mencari masalah untuk melaksanakan hak dan kewajiban, yakni melaksanakan penjabaran dan penyesuaian. Untuk apa penyesuaian dilakukan, akhirnya yang benar adalah penyeragaman. Untuk penjabaran dilakukan, akhirnya akan tetap perpulang dan terpakai buku-buku yang disahkan oleh pemetintah. Fenomena yang seperti itu, sampai kini ternyata masih ada.
Fenomena seperti itu kelihatannya masih akan berlanjut. Hal itu terjadi karena ketidaktahuan dan ketidakmautahuan. Para pelaku dan pelanggan pendidikan mestinya mendapat sosialisasi tentang KTSP secara holistik, bukan sporadis. Mereka mestinya sampai ke tingkat pemahaman, bahwa perubahan kurikulum bukanlah perubahan dokumen semata, tetapi juga perubahan paradigma (pola berpikir dan pola bertindak). Perubahan kurikulum bukanlah sekedar perubahan materi pembelajaran, tetapi juga perubahan otoritas dalam pelaksanaan. Jika mereka tidak diberi tahu dan tidak mau tahu, niscaya pelaksanaan KTSP akan tetap sama nasibnya dengan kurikulumkurikulum sebelumnya.
Siapa sajakah yang harus berubah paradigmanya? Sekurang-kurangnya yang harus berubah itu ada tiga kelompok. Ketiga kelompok itu adalah pendidik, tenaga kependidikan, dan pelanggan pendidikan. Menurut UURI No. 20/2003 tentang Sisdiknas, ”Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkulaifikasi sebagau guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.” Tentu saja, pelanggan pendidikan adalah orang-orang yang memakai jasa pendidikan seperti masyarakat, orang tua, dan peserta didik.
2. Perubahan-perubahan yang Diharapkan
Ada dua perubahan yang diharapkan dalam aplikasi KTSP. Kedua perubahan itu adalah perubahan dokumen atau teks kurikulum dan perubahan poaradigma atau pola berpikir dan bertindak. Perubahan dokumen atau teks kurikulum menyangkut dua hal yakni perubahan perangkat kurikulum dan perubahan perangkat pembelajaran. Perubahan paradigma berhubungan dengan pola berpikir dan pola bertindak dalam memandang, menyikapi, dan melaksanakan kuruikulum tersebut. Perubahan teks atau dokumen kurikulum terlihat dalam perinsip pengembangan yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22/2006 tentang Standar Isi seperti berikut ini.
Prinsip Pengembangan Kurikulum
Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
b. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
f. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perubahan paradigma adalah perubahan pola bepikir dan bertindak. Perubahan pola berpikir akan teraktualisasi dalam bentuk kebijakan strategis, kebijakan teknis, dan kebijakan penganggaran. Perubahan pola bertindak akan terlihat dalam pengelolaan dan pelaksanaan kurikulum. Perubahan-perubahan itu akan melibatkan tenaga kependidikan, pendidik, dan pemakai jasa pendidikan.
Kebijakan strategis, teknis, dan penganggaran melibatkan tenaga kependidikan yang sekurang-kurangnya berada pada dua institusi yakni dinas pendidikan dan satuan pendidikan. Kebijakan strategis pada dinas pendidikan tentu saja hasil penjabaran dari kebijakan bidang pendidikan dari pemerintah daerah setempat. Kebijakan teknis melekat pada tataran pejabat eselon yang berada pada wilayah teknis seperi eselon tiga dan eselon empat. Kebijakan penganggaran berada pada pemerintah dan pemerintah daerah dengan pengajuan berjenjang dari tataran operasional di kelas. Kebijakan-kebijakan itu biasa secara komulatif diformulasikan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Khusus untuk pendidikan, tentu berada pada dinas pendidikan di setiap kabupaten kota, dinas pendidikan provinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional.
Kebijakan strategis, teknis, dan penganggaran pada tingkat satuan pendidikan melibatkan tenaga kependidikan dan pendidik yang ada pada satuan pendidikan. Tenaga kependidikan pada satuan pendididikan adalah kepala satuan pendidikan, pegawai tata usaha satuan pendidikan, komite satuan pendidikan (komite sekolah). Pendidik pada satuan pendidikan adalah guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru pembimbing (konselor). Kebijakan strategis akan tertlihat pada rencana strategis satuan pendidikan (rencana jangka panjang, menengah, dan pendek) dan rencana anggaran belanja satuan pendidikan (sekolah) atau RAPBS. Kebijakan teknis teraktualisasi di dalam rambu-rambu operasional pendidikan untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan satauan pendidikan.
Perubahan-perubahan itu pada hakikatnya adalah upaya untuk memberikan pelayanan kepada peserta didik. Pelayanan itu dimaksudkan untuk mengoptimalkan penguasaan standar isi dalam rangka mencapai standar kompetensi lulusan. Artinya, perubahan kebijakan strategis, kebijakan teknis, dan kebijakan anggaran hendaklah bertolak dari kebutuhan peserta didik untuk menguasasi standar isi yang bermuara kepada pencapaian standar kompetensi lulusan.
1.
2.
3. KTSP sebagai Pelayanan Pendidikan yang Bermutu
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (Bab 1, ps.1,ayat 15, PP No. 19/2006). Hal ini menyiratkan, kurikulum yang digunakan pada setiap satuan pendidikan adalah kurikulum yang disusun sendiri. Kurikulum disusun sesuai dengan keadaan dan kebutuhan peserta didik, satuan pendidikan, daerah dengan mengacu kepada standar isi dan standar kompetensi lulusan. Jika disusun sesuai dengan keadaan dan kebutuhan, tentulah kurikulum itu akan dapat memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Pelayanan pendidikan yang bermutu pada konteks ini adalah: (1) pelayanan yang optimal, adil, dan merata kepada semua peserta didik; (2) pembelajaran kelasikal dan pelayanan individual; dan (3) mengubah mengajar menjadi membelajarkan. Pelayanan optimal di antaranya terlihat pada alokasi waktu yang memadai, bahan ajar yang cukup, dan pelayanan belajar yang kontiniu. Pelayanan yang adil berarti memberi pelayanan kepada peserta didik sesuai dengan kecepatan belajarnya. Peserta didik yang cepat dilayani cepat, yang sedang dilayani dengan kecepatan sedang, dan yang lambat dilayani dengan lambat pula. Pelayanan yang merata mengandung makna bahwa setiap peserta didik berhak mendapat pelayanan pendidikan. Pembelajaran klasikal, pelayanan individual bermakna peserta didik tetap belajar di kelas seperti biasa, tetapi pendidik memberikan pelayanan kepada setiap individu. Mengubah belajar menjadi membelajarkan mengandung arti bahwa pendidik bukan lagi mengajar tetapi membelajarkan atau membuat peserta didik belajar.
Pelayanan pendidikan yang bermutu hanya dapat terjadi apabila teks atau dokumen kurikulum yang disusun benar-benar dapat mengakomodasi semua kebutuhan peserta. Penyusunannya mengikuti ketentuan yang berlaku dengan mempedomani standar isi dan standar kompetensi lulusan. Selain itu tenaga kependidikan, pendidik, dan pemakai jasa pendidikan harus mau dan mampu mengubah paradigmanya, mengubah pola berpikir, pola bertindak dalam memandang, menyikapi, dan melaksanakan pendidikan. Artinya, KTSP hanya akan berfungsi sebagai pelayanan pendidikan yang bermutu apabila teks kurikulumnya benar, dan sumber daya manusianya mengubah paradigma.