Motivasi investor melakukan investasi di pasar modal adalah untuk memperoleh return, untuk mendapat Return yang optimal, yaitu: yang sesuai dengan kompensasi resiko yang diterima maka seorang investor dituntut untuk senantiasa mengikuti perkembangan pasar dan memiliki sebanyak mungkin informasi yang berkaitan dengan dinamika harga saham. Oleh karena itu, kebutuhan atas informasi yang relevan dalam pengambilan keputusan di pasar modal saat ini menjadi semakin meningkat seiring dengan perkembangan pasar modal itu sendiri. Investor harus mengikuti perkembangan pasar dan informasi karena pada dasarnya keberhasilan dari investasi ialah melakukan keputusan berdasarkan informasi (making well-informed decision), baik informasi yang tersedia dipublik maupun informasi pribadi, karena setiap informasi akan mempengaruhi reaksi di lantai bursa (information effect) dan berguna untuk mendapatkan portofolio yang mencerminkan preferensi individual investor tersebut dalam memperoleh tingkat pengembalian maksimum dangan kompensasi resiko tertentu.
Informasi yang digunakan dalam pasar modal ialah informasi yang bermakna bagi investor, dalam konteks informasi yang mampu mengubah keyakinan (belief) atau pengharapan (expectation) dari investor dan dapat membantu dalam memprediksi hasil-hasil di masa datang dari berbagai alternatif tindakan yang kesemuanya menyebabkan seseorang melakukan transaksi di pasar modal. Menurut Weston dan Copelland (1991: 141), suatu informasi didefinisikan sebagai: ”Seperangkat pesan atau berita yang dapat digunakan untuk mengubah si penerima dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya”. Artinya informasi diperlukan untuk menetapkan harga surat berharga yang mencerminkan hubungan resiko dan hasil pengembalian. Sedangkan bagi investor informasi tersebut berguna untuk mendapatkan portofolio yang mencerminkan preferensinya sendiri dalam memperoleh tingkat pengembalian maksimum dengan tingkat resiko tertentu. Disisi lain fakta dalam berbagai penelitian di bidang pasar modal dan mengenai perilaku keuangan (behavioral finance) menyatakan bahwa terdapat beberapa penyimpangan yang terjadi yang dapat mempengaruhi harga saham.
Penyimpangan tersebut diantaranya adalah implikasi dari fenomena reaksi berlebihan yaitu bahwa para pelaku pasar tidak semuanya terdiri dari orang-orang yang rasional dan juga tidak emosional. Sebagian para pelaku pasar bisa bereaksi berlebihan terhadap informasi, terlebih lagi jika informasi tersebut adalah informasi buruk, para pelaku pasar akan secara emosional segera menilai saham terlalu rendah. Untuk menghindari kerugian para investor akan berperilaku irrasional dan menginginkan menjual saham-saham yang berkinerja buruk dengan cepat. Peristiwa yang dianggap dramatis oleh para investor, dapat menyebabkan para investor bereaksi secara berlebihan (overreaction). Para investor akan melakukan hal-hal yang mungkin tidak rasional terhadap saham-saham yang ada. Reaksi berlebihan ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham dengan menggunakan return dari sekuritas yang bersangkutan. Reaksi ini dapat diukur dengan abnormal return dari sekuritas yang ada. Return saham ini akan menjadi terbalik dalam fenomena reaksi berlebihan. Saham-saham yang biasanya diminati pasar dan mempunyai return tinggi, akan menjadi kurang diminati. Sedangkan saham-saham yang bernilai rendah dan kurang diminati akan mulai dicari oleh pasar. Kondisi ini akan mengakibatkan return saham yang sebelumnya tinggi menjadi rendah, dan return yang sebelumnya rendah akan menjadi tinggi. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya abnormal return positif dan negatif. Hasil penelitian mengenai pola perubahan return saham di pasar modal memberikan kesimpulan yang berbeda-beda dan beragam. Dalam artikelnya De Bondt dan Thaler (1985) menyatakan bahwa penelitian mereka membuktikan bahwa saham-saham yang sebelumnya berkinerja buruk (loser) selanjutnya membaik dan sebaliknya saham-saham yang sebelumnya berkinerja baik (winner) selanjutnya memburuk pada sekitar 36 bulan kemudian. Mereka menjelaskan fenomena harga saham yang tidak normal ini sebagai bukti bahwa pasar bereaksi secara berlebihan (overreaction) dalam merespon suatu informasi. Fenomena reaksi berlebihan ini menyimpulkan bahwa bahwa pasar adalah tidak efisien, karena dalam pasar yang efisien, harga saham yang ada pada saat itu bisa mencerminkan pengetahuan dan harapan dari semua investor, sehingga investor tidak mungkin tidak mengetahui antara investasi yang menguntungkan dan yang tidak menguntungkan dimasa yang akan datang berdasarkan pada harga pasar pada saat ini. Para pelaku pasar sering berperilaku irrasional terhadap pergerakan harga saham.
Jenis informasi yang muncul dalam pasar modal yaitu informasi bagus (good news) dan informasi yang tidak bagus (bad news). Penelitian Sudarsono dan Suryanto (2005) menunjukkan bahwa informasi bagus (good news) seperti berita dramatis pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat-saat menjelang Oktober 2005 mengenai rencana bergabungnya Boediono ke dalam Kabinet Indonesia Bersatu disambut berbagai kalangan dengan perasaan lega di hati. Perasaan lega dihati mencuat ke permukaan sebagai “good news” dalam bentuk penguatan dua buah indeks utama di pasar finansial yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan kurs mata uang dolar Amerika Serikat terhadap mata uang rupiah di pasar spot [S(IDR/USD)] yang memang sangat peka terhadap “news” di bidang politik nasional. Dari sisi berita kurang bagus (bad news) misalnya selama tahun 1995 terjadi tiga peristiwa besar dalam bulan April, September dan Oktober yang terasa diluar dari ekspektasi masyarakat umum, yaitu isu HAM, pelepasan dua tapol kakap, pemberhentian seorang menteri muda. Ketiga hal yang berkategori “unanticipated” tersebut membawa pengaruh pada penurunan IHSG yang cukup nyata sebagai pernyataan rasa kecewa masyarakat Para pelaku pasar biasanya akan memasang tarif yang terlalu tinggi terhadap suatu berita yang dianggap bagus (good news) dan akan memasang tarif yang rendah untuk berita-berita yang dianggap kurang bagus (bad news). Penelitian mengenai keberadaan reaksi berlebihan seringkali menggunakan data saham yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok saham (portofolio) loser dan kelompok saham (portofolio) winner. Kelompok saham yang disebut loser yaitu kelompok saham yang konsisten mengalami penurunan besar harga, sedangkan kelompok saham yang disebut kelompok winner yaitu kelompok saham yang konsisten mengalami kenaikan besar harga .
Penyebab perubahan besar harga pada saham golongan loser dan saham golongan winner, antara lain disebabkan karena adanya informasi buruk (bad news) dan informasi bagus (good news) yang diterima oleh para pelaku pasar, sehingga para pelaku pasar melakukan reaksi. Penelitian mengenai hipotesis pasar efisien (efficient market hypotesis atau EMH) juga banyak dilakukan dalam perkembangan pasar modal Indonesia. Penelitian efisiensi pasar ini juga berkenaan dengan reaksi pasar yang tercermin dalam penyesuaian harga saham dari suatu informasi baru. Diketahui pula fenomena reaksi berlebihan dapat digunakan untuk menilai tentang keefisienan pasar, khususnya pelaku pasar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis berdasarkan data harian selama tiga tahun (2004-2007) apakah terjadi overreaksi para pelaku pasar modal sehingga terdapat perbedaan average abnormal return yang signifikan antara portofolio loser dan portofolio winner.
ADS HERE !!!