Multifraktal
Ide dasar pengembangan eksponen Hurst adalah model otokorelasi. Pada otokorelasi biasa menggunakan data sebagai satu kesatuan deret waktu, sedangkan pada analisis R/S (Rescaled range Analysis, sebutan untuk mendapatkan eksponen Hurst) data dipecah menjadi beberapa bagian, dan analisis R/S dilakukan terhadap masing-masing data yang terpecah. Misalkan kita memiliki data deret waktu Y1, ... , YN data ini kemudian dipecah menjadi beberapa bagian dengan panjang yang sama, dengan masing-masing terdiri atas y1,...,yt.
Nilai R diperoleh dari persamaan :
RN = MaksX(t,N) – minX(t,N)
Nilai X diperoleh dari persamaan :
Dimana mN adalah rata-rata deret waktu selama periode N. Nilai S merupakan deviasi standard data deret waktu yang kita miliki. Dapat diperoleh dengan persamaan
Rasio R/S dari R dan Deviasi Standard S dari deret waktu utama dapat dihitung dengan hukum empiris sebagai berikut (Yao dkk, 1999) : R/S = NH . Nilai Eksponen Hurst dapat dihitung sebagai berikut :
H = log(R/S)/log(N)
Dimana nilai H berada diantara 0 dan 1 (0<H<1). Estimasi nilai H dapat diperoleh dengan melakukan perhitungan slope grafik log R/S terhadap N menggunakan regresi.
Nilai eksponen Hurst (H) menggambarkan probabilitas bahwa dua event konsekutif dapat muncul. Jika nilai H = 0,5 maka data deret waktu bertipe acak, terdiri atas event-event yang tidak berhubungan. Nilai H selain 0,5 menggambarkan bahwa objek observasi tidak independen, Ketika 0 ≤ H <0,5, sistem yang diteliti merupakan deret ergodic dan antipersisten dengan frekuensi pembalikan yang tinggi dan volatilitas yang tinggi. Disamping kelaziman yang ada mengenai konsep pembalikan rata-rata pada literatur ekonomi dan keuangan, hanya ditemukan beberapa deret waktu antipersisten. Bagi kondisi ketiga (0,5 < H ≤ 1,0), H mendeskripsikan deret persisten dan adanya tren yang ditunjukkan oleh efek ingatan jangka panjang (long memory effects). Kekuatan bias bergantung pada seberapa besar nilai H diatas 0,5. Semakin rendah nilai H, lebih banyak noise pada sistem dan deret lebih mendekati keacakan.(Yao dkk, 1999).
2.1.8 Metode Analisis Teknikal
Terdapat berbagai macam metode yang dapat digunakan untuk melakukan prediksi nilai sebuah data runtun waktu seperti harga saham atau indeks saham. Beberapa diantaranya Auto Regressive (AR), Moving Average (MA), Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA), Vector Auto Regression (VAR), Jaringan Syaraf Tiruan, Algoritma Genetika, dan Logika Fuzzy. Pada tulisan ini hanya akan dibahas dua metode analisis teknikal yaitu ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) dan Jaringan Syaraf Tiruan.
2.1.8.1 ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)
Dalam analisis teknikal, terdapat metode-metode yang merupakan basic trading rules yaitu indikator-indikator berupa moving average, exponential moving average, dan trend line (Parisi dan Vasquez, 2000; Fernandez-Rodriguez, 1999,2000,2001)
Metode moving average adalah salah satu metode analisis teknikal sederhana. Dilakukan dengan cara mencari rata-rata bergerak dari harga saham harian selama beberapa periode, banyaknya periode yang sering digunakan untuk perhitungan ini adalah 5, 10 dan 100 periode. Metode moving average yang lainnya adalah exponential moving average yang memiliki prinsip yang hampir sama dengan MA, tetapi EMA mempertimbangkan bobot dari periode sebelumnya. Sementara itu metode trend line adalah metode perkiraan harga saham dengan menggunakan teknik regresi sederhana dengan waktu sebagai variabel bebasnya.
Model ARIMA merupakan model yang dikembangkan secara intensif oleh George Box dan Gwilyn Jenkins sehingga nama mereka sering disinonimkan dengan proses ARIMA yang diterapkan untuk analisis dan peramalan data runtun waktu (time series). ARIMA sebenarnya adalah teknik untuk mencari pola yang paling cocok dari sekelompok data (curve fitting), dengan demikian ARIMA memanfaatkan sepenuhnya data masa lalu dan sekarang untuk melakukan peramalan jangka pendek yang akurat. Contoh pemakaian model ARIMA adalah peramalan harga saham dipasar modal yang dilakukan para pialang yang didasarkan pada pola perubahan harga saham dimasa lampau (Sugiarto dan Harijono, 2000). ARIMA juga telah digunakan pada beberapa penelitian empiris di Bursa Efek Jakarta, misalnya penelitian Ibnu Qizam (2001) yang menggunakan ARIMA untuk menganalisis kerandoman perilaku laba perusahaan di Bursa Efek Jakarta, penelitian tersebut mengambil kesimpulan bahwa metode ARIMA masih relevan dalam menggambarkan perilaku laba.
Dalam melakukan analisis empiris menggunakan data runtun waktu, para peneliti dan ekonometrisi menghadapi beberapa tantangan (Gujarati, 1995:709 dalam Firmansyah, 2000), yaitu : pertama, studi empiris dengan basis data runtun waktu mengasumsikan bahwa data runtun waktu adalah stasioner. Asumsi ini memiliki konsekuensi penting dalam menterjemahkan data dan model ekonomi. Hal ini karena data yang stasioner pada dasarnya tidak mempunyai variasi yang terlalu besar selama periode pengamatan dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya (Insukindro, 1994; Gujarati, 1995; Engle dan Granger, 1987). Kedua, dalam regresi suatu variabel runtun waktu dengan variabel runtun waktu yang lain, seorang peneliti menginginkan bahwa koefisien determinasi R2 memiliki nilai yang tinggi tetapi seringkali tidak terdapat keterkaitan yang berarti antara kedua variabel tersebut. Situasi ini mengindikasikan adanya permasalahan regresi lancung (spurious regression), akibatnya antara lain koefisien regresi penaksir tidak efisien, uji baku umum untuk koefisien regresi menjadi tidak valid. Ketiga, model regresi dengan data runtun waktu seringkali digunakan untuk keperluan peramalan atau prediksi. Hasil prediksi tidak akan valid apabila data yang digunakan tidak stasioner.
Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan mengapa digunakan teknik peramalan yang tidak menggunakan model struktural, dimana persamaannya menunjukkan hubungan antar variabel yang berdasar pada teori ekonomi dan logika. Meskipun mungkin sebenarnya landasan teori yang digunakan untuk membentuk suatu model ada, tetapi data variabel bebas yang diperlukan ternyata tidak tersedia. Selain itu, terkadang penyebab pergerakan suatu variabel sulit dideteksi (Firmansyah, 2000).