Aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Perubahan pada lingkungan dapat menyebabkan perubahan pada karakter morfologi dan fisiologi mikroorganisme. Faktor lingkungan yang sering mempengaruhi faktor pertumbuhan dan dianggap efektif dalam menyeleksi populasi mikroorganisme adalah:
pH
Aktivitas mikroorganisme secara signifikan dipengaruhi oleh pH adalah parameter untuk mengetahui intensitas tingkat kesamaan/kebiasaan dari suatu larutan yang dinyatakan dengan konsentrasi ion hidrogen terlarut. Pada instalasi pengolahan air secara biologis, pH harus dikontrol supaya berada dalam rentang yang cocok untuk organisme tertentu yang digunakan. Kebanyakan bakteri pada sistem pengolahan limbah membutuhkan pH antara 4-9.
Nilai pH merupakan faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim, dimana aktivitas enzim ini akan maksimum pada kondisi pH optimum. Nilai pH sel mikroorganisme dipengaruhi oleh pH lingkungan dimana mikroorganisme tersebut hidup. Bebertapa mikroorganisme memiliki mekanisme untuk mempertahankan pH intraselularnya pd pH yang relatif konstan dalam kondisi pH lingkungan yang berfluktuasi dan tambah pada kondisi asam maupun basa. Pada umumnya bakteri hidup pada pH 6,5-7,5 (Benefield dan Randall, 1980)
Menurut Starr (1981), mikroorganisme dapat dikelompokkan berdasarkan rentang pH tempat hidupnya, yaitu:
Asidofilik (pH 1,0-5,5)
Neutrofilik (pH 5,5-8,5)
Alkalifilik (pH 8,5-11,5)
Gambar 7. Grafik kelompok Bakteri Berdasarkan pH
Benefield dan Randall (1980) juga menggambarkan pengaruh pH pada aktivitas mikroba. Untuk tahap pembentukan asam pada proses anaerobik, pH optimum berkisar sebesar 5,0-6,5 (Malina dan Pohland, 1992). Untuk tahap metanogenesa, kisaran pH adalah antara 6,6 – 7,6 (McCarty, 1964). Benefield dan Randall (1980) memberi kisaran 6,0 – 8,5 dan Droste (1997) memberi kisaran 6,0 – 8,0. Bakteri metanogen merupakan bakteri yang sensitif terhadap pH.
Diatas batas pH tersebut, penguraian tetap berjalan dengan efisiensi yang berkurang. Sedangkan dibawah batas tersebut, efisiensi akan menurun sangat cepat. Kondisi asam akan menghambat pertumbuhan bakteri metanogen. jika suatu digester ada dalam keadaan setimbang, bakteri asetogen dan metanogen menggunakan asam-asam produk antar secepat laju pembentukan asam-asam tersebut. Peningkatan konsentrasi asam menunjukkan bahwa bakteri pembentuk asam dengan bakteri pembentuk metan tidak dalam keadaan seimbang (Syafila, l997).
Temperatur
Kebanyakan spesies bakteri dapat tumbuh pada kisaran temperatur 30°C, tetapi batas temperatur maksimum dan minimum untuk tiap jenis bakteri sangatlah bervariasi (Black, 1999). Berdasarkan rentang temperatur untuk pertumbuhanya bakteri dapat dikelompokkan sebagai berikut ini:
Psychrophiles, yang tumbuh paling baik pada temperatur 15°-20°C walau beberapa dari anggota kelompok ini dapat bertahan sampai suhu 0°C. Bakteri yang termasuk kelompok ini adalah Bacillus Globisporus. Bakteri jenis ini umumnya hidup di air dingin dan tanah, tak ada yang ditemukan di tubuh manusia, namun beberapa ditemukan dapat mengganggu kinerja lemari pendingin (Black, 1999)
Mesophiles, yang merupakan bakteri pada umumnya, dimana temperatir optimum untuk pertumbuhannya brada pada rentang 25°-40°C. Bakteri patogen pada manusia termasuk pada golongan ini.
Thermophiles, tumbuh optimum pada rentang temperatur 50°-60°C. Banyak yang ditemukan dalam pembentukan kompos. Beberapa anggota jenis ini dapat toleran pada suhu yang mencapai 110°C. Contohnya adalah bakteri sulfur.
Mengabaikan tipe bakteria, pertumbuhan bakteri akan meningkat secara bertahap dari temperatur minimum sampai optimum, dan akan menurun secara bertahap dari temperatur optimum ke temperatur maksimum (Black, 1999). Hal ini terjadi karena enzim yang membantu metabolisme tubuh bakteri sangat rentan terhadap perubahan suhu.
Temperatur tidak hanya penting untuk menyediakan kondisi yang sesuai bagi pertumbuhan bakteri tetapi juga berguna untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme tertentu.
Kisaran optimum untuk pengolahan anaerobik adalah mesofilik dan termofilik. Walaupun proses berlangsung lebih cepat pada kisaran termofilik, penambahan panas yang dibutuhkan untuk mempertahankan suhu ini tidak sebanding secara ekonomi dengan keuntungan yang diperoleh. Karena itu kebanyakan sistem pengolahan dirancang untuk dioperasikan pada kisaran temperatur mesofilik ke bawah (McCarty, 1964) Menurut Eckenfelder, Malina, Gloyna Ford (disadur dari Syafila, l997) temperatur optimum untuk pengolahan anaerobik adalah 30-35°C dan 25-45°C untuk kondisi ekstrim.
Alkalinitas
Nilai alkalinitas menyatakan jumlah total asam yang dapat dinetralkan oleh basa yang ditambahkan ke dalam sistem (Syafila,1997). Karena pH dapat mempengaruhi keberhasilan proses anaerobik, maka perlu ada cukup alkalinitas untuk mengontrol pH pada suatu lingkungan proses anaerobik.
Dalam suatu proses anaerobik, alkalinitas alamiah dapat diproduksi dari pemecahan materi organik. Dimana pada pH tipikal sekitar 7, alkalinitas hadir dalam bentuk bikarbonat. Alkalinitas alami di dalam air buangan juga terjadi karena adanya hidroksida, karbonat dan bikarbonat sebagai unsur-unsur seperti: kalsium, magnesium, natrium atau amonium. Dari kesemua ini, kalsium dan magnesium bikarbonat merupakan bentuk yang paling banyak ditemui (Chow et al., 1972, disadur dari Syafila, 1997).
Guna mengantisipasi peningkatan konsentrasi asam volatil terlalu tinggi, dikehendaki agar nilai alkalinitas bikarbonat berkisar antara 2500 clan 5000 mg/l sebagai buffer. Jika peningkatan konsentrasi asam volatil terjadi, sehingga terjadi penurunan pH yang serius, alkalinitas bikarbonat tambahan perlu ditambahkon ke dalam reaktor.
Jika jumlah alkalinitas alami yang cukup tidak ada di dalam air buangan, maka alkalinitas dapat dikontrol dengan mengurangi laju pengumpanan. Hal ini akan menyebabkan asam volatil yang sudah ada di dalam air buangan akandiutilisasi dan ini berarti pengurangan konsentrasi asam tersebut. Selain itu suatu alternatif penyelesaian yang dapat dipakai untuk mengontrol alkalinitas dan pH adalah dengan menambahkan bahan-bahan alkali seperti kapur atau NaOH ke dalam reaktor (Syafila, l997)
Keberadaan Oksigen
Menurut keberadaan oksigen, bakteri dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaituaerob, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen dalam metabolismenya dan anaerob, yaitu bakteri yang tidak perlu oksigen dalam metabolismenya dimana donor elektron diperoleh dengan memanfaatkan sumber lain selain oksigen. Ada juga bakteri yang dapat menyesuaikan diri dengan kedua situasi. Bakteri jenis ini dinamakan sebagai bakteri obligat, ada yang aerob obligat ada juga yang anaerob obligat.
Kelembaban
Semua metabolisme aktif sel pada umumnya membutuhkan lingkungan air. Tidak seperti organisme tingkat tinggi yang memiliki lapisan pelindung dan lingkungan fluida internal, organisme bersel tunggal langsung terekspos oleh lingkungannya. Kebanyakan sel vegetatif hanya dapat hidup beberapa jam tanpa kelembaban. Hanya organisme pembentuk spora yang punya mekanisme pelindung dalam lingkungan yang kurang kelembabannya (Black,1999).
Tekanan Hidrostatik
Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang ada pada air yang bergantung pada kedalamannya. Semakin dalam air, semakin besar tekanan hidrostatisnya. Tekanan ini mempengaruhi ketahanan tubuh bakteri tepatnya pada kinerja enzim dan ketahanan membran tubuhnya. Tekanan tinggi dapat membuat enzim terdenaturasi. Sebagai contoh, pada laut dalam sekitar 7000m dibawah permukaan laut, hanya ada sedikit bakteri yang tahan. Bakteri yang dapat hidup pada tekanan hidrostatis yang tinggi ini tapi tidak tahan terhadap tekanan yang standar disebut barophiles.
Tekanan Osmosis
Diketahui bahwa membran untuk semua organisme bersifat semipermeable. Membran sel memperbolehkan air untuk berpindah melalui mekanisme osmosis antara sitoplasma dan lingkungan luar. Jika konsentrasi zat-zat diluar lebih tinggi dari pada di dalam sel (hiperosmosis), maka air dalam sel akan keluar dan menyebabkan plasmolisis yang dapat menyebabkan sel mati karena kehilangan kandungan airnya.
Radiasi
Energi radiasi, seperti sinar gamma dan ultraviolet dapat menyebabkan mutasi atau bahkan membunuh organisme. Walau begitu beberapa mikroorganisme memiliki pigmen yang dapat menyaring radiasi dan mencegah kerusakan DNA-nya. Beberapa yang lain memiliki enzim yang dapat memperbaiki kerusakan DNA tertentu. (Black, 1999).
Faktor Nutrisi
Kebutuhan nutrisi bagi mikroba terdiri dari substrat (sumber energi dan karbon) untuk pembentukan sel baru dan elemen anorganik (nutrien) serta faktor pertumbuhan (nutrien organik) (Shuler dan Kargi, 1992). Klasifikasi mikroorganisme berdasarkan sumber energi dan karbon yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Nutrien (elemen anorganik) yang terutama (major nutrien) yang dibutuhkan mikroorganisme adalah N, S, P, K, Mg, Ca, Fe, Na dan CI. Sedangkan nutrien lain yang juga dibutuhkan dalam jumlah relatif tidak terlalu besar (minor nutrien) termasuk Zn, Mn, Mo, Se, Co, Cu, dan Ni.
Adakalanya mikroorganisme juga membutuhkan nutrien organik, yang lebih dikenal dengan faktor pertumbuhan. Faktor pertumbuhan adalah senyawa yang dibutuhkan mikroorganisme sebagai unsur pokok materi organik sel yang tidak dapat dibentuk dari sumber karbon lain (Shuler dan Kargi, 1992). Kebutuhan faktor pertumbuhan berbeda untuk setiap mikroorganisme. Namun faktor pertumbuhan utama dapat diklasifikasikan sebagai asam amino, purin dan pirimidin, serta vitamin.
Seperti yang telah dijelaskan diatas tujuan utama dari kebanyakan proses pengolahan biologi adalah mereduksi kandungan organik (carbonaceous BOD) dalam air buangan. Kandungan organik ini digunakan sebagai substrat oleh mikroorganisme terutama kemoheterotrof. Sebaliknya terkadang perlu penambahan nutrien (baik anorganik maupun organik) pada air buangan yang diolah agar degradasi buangan organik (akibat metabolisme mikroba) dapat berlangsung baik.
ADS HERE !!!