A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes aegyti
Nyamuk termasuk ke dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dengan 3 subfamili yaitu Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres) dan Anophelinae (Anopheles). Diseluruh dunia, dilaporkan terdapat sekitar 3100 spesies dari 34 genus. Anopheles, Culex, Aedes, Mansonia, Armigeres, Haemagogus, Sabethes, Culiseta dan Psorophora adalah genus nyamuk yang menghisap darah manusia dan berperan sebagai vektor (Sigit dan Upik, 2006).
Nyamuk Ae. aegyti dikenal dengan sebutan Black White Mosquito atau Tiger Mosquito karena tubuhnya memiliki ciri yang khas yaitu adanya gari-garis dan bercak-bercak putih keperakan di atas dasar warna hitam (Soegijanto, 2004).
B. Habitat Nyamuk dan Perilaku Hidup Aedes aegypti
Nyamuk Ae. aegypti lebih menyukai tempat perindukan yang berwarna gelap, terlindung dari sinar matahari, permukaan terbuka lebar, berisi air jernih dan tenang. Nyamuk Ae. aegypti mempunyai kebiasaan istirahat terutama di dalam rumah di tempat yang gelap, lembab pada benda-benda yang bergantung (Soegijanto, 2004).
Kebiasaan nyamuk menghisap darah pada pukul 08.00-12.00 dan 15.00-17.00. Sementara itu, pada malam hari bersembunyi disela-sela pakaian yang tergantung, gorden, dan di ruang yang gelap serta lembab (Kardinan, 2004). Setelah menghisap darah, nyamuk betina melangsungkan perkawinan dengan nyamuk jantan selama 1-8 hari. Setelah itu, nyamuk betina mulai bertelur diperairan (Bachtiar, 2003). Umur nyamuk Ae. aegypti hanya sepuluh hari, paling lama dua-tiga minggu. Bertelur 100-400 butir. Perindukannya bukan di air kotor seperti nyamuk lain, melainkan air jernih yang tergenang tak terusik (Nadesul, 2007).
C. Klasifikasi Aedes aegypti
Klasifikasi nyamuk Ae. aegypti adalah sebagai berikut: (Soegijanto, 2004).
Kingdom : Animalia
Filum : Antrophoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti
D. Morfologi dan Siklus Hidup Aedes aegypti
Masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Ae. aegypti dapat dibagi menjadi empat tahap (stadium) yaitu : telur – larva – (larva instar 1, 2, 3 dan 4) – pupa – dewasa (imago), sehingga termasuk metamorfosis sempurna (holometabola) (Soegijanto, 2004).
D.1 Telur
Telur Ae. aegypti berbentuk ellips atau oval memanjang, warna hitam, ukuran ±0,5-0,8 mm, permukaan poligonal, tidak memiliki alat pelampung (Soegijanto, 2004). Sekali bertelur, seekor nyamuk betina mampu meletakkan 100-400 butir telur. Biasanya, telur-telur tersebut diletakkan di bagian yang berdekatan dengan permukaan air, misalnya di bak yang airnya jernih dan tidak berhubungan langsung dengan tanah (Kardinan, 2004). Telur yang diletakkan di dalam air akan menetas dalam waktu satu sampai tiga hari pada suhu 30oC, tetapi membutuhkan 7 hari pada 16oC (Sigit dan Upik, 2006).
D.2 Larva
Larva nyamuk Ae. aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis), dan larva yang terbentuk berturut-turut disebut larva instar I, II, III dan IV. Larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2mm, duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas, dan corong pernafasan (siphon) belum menghitam. Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9mm, duri dada belum jelas, dan corong pernafasan sudah berwarna hitam. Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax), dan perut (abdomen) (Soegijanto, 2004).
Larva nyamuk berada di dalam air. Larva menjadi sangat aktif, yakni membuat gerakan ke atas dan ke bawah jika air terguncang. Namun, jika sedang istirahat, larva akan diam dan tubuhnya membentuk sudut terhadap permukaan air (Kardinan, 2004). Pergerakan ini berdasarkan bantuan bulu pada mulut. Larva nyamuk terutama Ae. aegypti mempunyai sifat thigmotatic (selalu menempel pada dinding wadah) (Susanna dan Terang Uli, 2011).
Larva nyamuk bernafas pada permukaan air melalui satu pembuluh pernafasan pada ujung posterior tubuh yang disebut sifon. Saluran pernafasan pada Ae. aegypti secara relatif pendek dan gembung. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air (Borror, 1996). Stadium larva memerlukan waktu satu minggu untuk perkembangannya. Pada umumnya larva tidak menyukai genangan air yang berhubungan langsung dengan tanah karena larva sangat sensitif sehingga pertumbuhan larva dipengaruhi faktor suhu, kelembaban dan nutrisi (WHO, 2006).
D.3 Pupa
Pupa nyamuk Ae. aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala-dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca “koma”. Pada bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat bernafas seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang (Soegijanto, 2004).
Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air (Soegijanto, 2004).
Pupa menjadi dewasa di atas permukaan air yang tenang. Stadium ini hanya berlangsung dalam waktu 2-3 hari, tetapi dapat diperpanjang sampai 10 hari pada suhu rendah; di bawah suhu 10oC tidak ada perkembangan. Waktu menetas (ekslosi), kulit pupa tersobek oleh gelembung udara dan oleh kegiatan bentuk dewasa yang melepaskan diri (Sigit dan Upik, 2006).
D.4 Nyamuk Dewasa
Nyamuk Ae. aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang berbulu. Bagian mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap (piercing-sucking) dan termasuk lebih menyukai manusia (anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia, karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan (phytophagus). Nyamuk betina mempunyai antena tipe pilose, sedangkan nyamuk jantan tipe plumose (Soegijanto, 2004).
E. Usaha Pencegahan dan Pengendalian Vektor (Nyamuk)
Banyak cara yang dapat dilakukan pencegahan dan pengendalian vektor penyebab penyakit ataupun gigitan dari nyamuk Ae. aegypti, seperti berikut ini:
E.1 Pencegahan
Pencegahan adalah tindakan paling bijaksana. Untuk memutuskan siklus hidup nyamuk, Departemen Kesehatan menggalakkan gerakan 3M plus (menguras, menutup, mengubur). Gerakan ini akan efektif bila dilakukan secara serentak (Suyono dan Sujayanto, 2005).
Usaha lain yang dapat dilakukan dengan menggunakan repellent atau pengusir, misalnya lotion yang digosokkan ke kulit sehingga nyamuk tidak mau mendekat. Banyak bahan tanaman yang bisa dijadikan lotion anti nyamuk yaitu bunga lavender, akar wangi, daun zodia, serai wangi dan yang lainnya (Kardinan, 2004).
E.2 Pengendalian Nyamuk
E.2.a Secara Kimia
Cara ini dilakukan dengan menyemprotkan insektisida ke sarang-sarang nyamuk, seperti got, semak dan ruangan rumah. Banyak sekali jenis insektisida untuk nyamuk yang ada dipasaran. Selain penyemprotan, bisa juga dilakukan penaburan insektisida butiran ke tempat jentik atau larva nyamuk biasa bersarang, seperti tempat penampungan air, genangan air atau selokan yang airnya jernih misalnya pada bak penampungan air (Kardinan, 2004).
E.2.b Secara Mekanis
Cara mekanis dilakukan dengan mengubur kaleng-kaleng atau wadah-wadah sejenis yang menampung air hujan dan membersihkan lingkungan yang berpotensi dijadikan sebagai sarang nyamuk, misalnya semak belukar dan got. Pengendalian secara mekanis lain yang bisa dilakukan adalah pemasangan perangkap nyamuk, baik menggunakan cahaya, lem atau raket pemukul (Kardinan, 2004).
E.2.c Secara Biologi
Secara biologi dapat dilakukan dengan cara memelihara ikan yang relatif kuat dan tahan, misalnya ikan mujahir di bak atau tempat penampungan air sehingga bisa menjadi predator bagi jentik dan pupa nyamuk (Kardinan, 2004).
F. Tinjauan Umum Cymbopogon nardus
Terdapat dua jenis tanaman serai di Indonesia, yaitu serai dapur (Cymbopogon citratus) dan serai wangi (Cymbopogon nardus) (Armando, 2009).
Serai wangi memiliki nama latin Cymbopogon nardus, tetapi ada juga yang menyebutnya dengan Andropogon nardus. Tanaman dari keluarga Graminae ini merupakan herba menahun dengan tinggi 50-100 cm. Panjang daunnya mencapai 1 m dan lebar 1,5 cm (Kardinan, 2004).
Selama ini, C. nardus banyak dipakai oleh masyarakat sebagai bumbu masak dan bahan pencampur jamu. Namun ternyata, C. nardus memiliki manfaat lain, terutama bagian daun dan batangnya yang dapat digunakan sebagai penghalau nyamuk (Fadjari, 2005).
Minyak C. nardus adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan penyulingan daun dan batang. Minyak ini bersifat cairan yang berwarna agak kuning sampai kuning tua, berbau khas, enak, dan menyegarkan (Sutedjo, 2004).
G. Klasifikasi Cymbopogon nardus
Klasifikasi tanaman C. nardus adalah sebagai berikut (Tora, 2013):
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Cymbopogon
Spesies : Cymbopogon nardus