TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH
F. Y. Widodo
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Abstrak
Kontrasepsi oral adalah suatu cara kontrasepsi yang sangat luas dipakai untuk menghambat kehamilan, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia, mengingat efektifitasnya serta cara pemakaian yang sangat mudah.
Namun, pil kontrasepsi ini juga memiliki beberapa efek samping yang tidak diinginkan, salah satunya dapat menimbulkan abnormalitas dari tes toleransi glukosa. Hal tersebut disebabkan adanya kandungan progesteron pada pil kontrasepsi tersebut. Sampai saat ini masih banyak dilakukan kegiatan penelitian lebih lanjut untuk menemukan suatu kontrasepsi oral yang mempunyai daya guna tinggi dan dengan efek samping yang sekecil mungkin terhadap kadar glukosa darah.
Kata Kunci : Kontrasepsi oral, progesteron, tes Toleransi glukosa
EFFECT OF COMBINED USE OF CONTRACEPTIVES PIL
CONTENT OF BLOOD GLUCOSE
F. Y. Widodo
Lecturer Faculty of Medicine, University of Wijaya Kusuma Surabaya
Abstract
Oral contraceptives are one of the very widely used contraception to prevent pregnancy, both in Indonesia and around the world, given its effectiveness and use of a very easy way. However, the contraceptive pill also has some undesirable side effects, one of which can cause abnormalities of glucose tolerance tests. This is due to the content of progesterone on the contraceptive pill. Until now there are many activities carried out further research to find an oral contraceptive that has high efficiency and with the least possible adverse effects on blood glucose levels.
Keywords: Kontrasepsi oral, progesteron, tes toleransi glukosa
PENDAHULUAN
Kontrasepsi oral, merupakan salah satu alat kontrasepsi yang banyak disukai oleh para perserta Keluarga Berencana. Hal ini terungkap dari data yang disampaikan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada bulan Maret 2011, yang menyatakan bahwa Peserta KB Baru secara nasional pada bulan Maret 2011 sebanyak 739.500 peserta, apabila dilihat per mix kontrasepsi maka persentasenya adalah sebagai
berikut : 48.891 peserta IUD (6,61%), 9.634 peserta MOW (1,30%), 2.508 peserta MOP (0,34%), 47.824 peserta Kondom (6,47%), 50.781 peserta Implant (6,87%), 373.154 peserta Suntikan (50,46%), dan 206.708 peserta Pil (27,94%). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa peserta Pil menduduki peringkat kedua setelah peserta Suntikan. (1).
Sedangkan di Jawa Timur, angka peserta KB yang menggunakan Pil tidak jauh berbeda dengan angka nasional, yaitu sebesar 23.53%, menduduki peringkat kedua setelah peserta Suntikan, sebesar 60.13%. Untuk jumlah peserta KB lain adalah IUD 5.84%, MOW 1.73 %. MOP 0.40%, Kondom 4.04% dan Implant 4.32% (1).
Diseluruh dunia, jumlah wanita yang menggunakan alat kontrasepsi oral mencapai lebih dari 100 juta jiwa. Di Amerika Serikat, pil kontrasepsi disetujui untuk digunakan sejak tahun 1960, dan saat ini penggunanya hampir mencapai 12 juta jiwa (2,3). Data yang ada menunjukkan bahwa pemakaian pil kontrasepsi mencapai 30% dari keseluruhan cara KB yang dipakai, dan ini lebih banyak apabila dibandingkan dengan pemakai alat kontrasepsi lain, seperti misalnya MOW (20%), kondom (13%), MOP (15%), IUD (6%), sedangkan sisanya memakai cara KB yang lain (4).
Namun, ternyata alat kontrasepsi yang paling banyak dipakai ini juga memiliki beberapa efek samping yang tidak diinginkan, yang berpengaruh pada pemakainya. Salah satu efek samping yang dianggap paling berbahaya adalah gangguan pada sistem kardiovaskuler, dimana dapat menimbulkan penyakit jantung koroner (5, 6).
Dari data-data yang ada, pada awalnya menyebutkan, bahwa peningkatan resiko kematian diantara wanita yang pernah memakai pil kontrasepsi, terutama disebabkan adanya gangguan pembuluh darah pada para pemakai yang usianya lebih tua dan mempunyai kebiasaan merokok. Sedangkan laporan yang lebih baru menyebutkan, setelah dilakukan penelusuran lebih dari 25 tahun, diketahui bahwa efek pil kontrasepsi yang paling meningkatkan mortalitas terjadi pada pemakai baru dan yang sedang menggunakan. Efek ini menetap dalam jangka 10 tahun setelah penghentian pemakaian (7, 8).
Faktor risiko lain yang dapat memicu timbulnya penyakit jantung koroner adalah abnormalitas dari tes glukosa darah . Seperti diketahui, pemakaian pil kontrasepsi juga dapat meningkatkan kadar glukosa darah pada pemakainya, sehingga pada peserta KB yang memakai kontasepsi dalam bentuk pil, resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler ini akan menjadi semakin lebih besar (4, 9)
Efek pemakaian kontrasepsi oral terhadap metabolisme karbohidrat ini diperkirakan oleh karena komponen estrogen pada preparat kontrasepsi oral tersebut (4). Namun, penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa gangguan estrogen terhadap metabolisme karbohidrat adalah kecil. Pernyataan ini juga ditunjang oleh penelitian yang dilakukan Berenson dan kawan-kawan , para sarjana tersebut meneliti preparat ethinyl estradiol and desogestrel, yang ternyata juga memberikan dampak kepada metabolisme karbohidrat, walaupun gangguan tersebut secara klinis tidak bermakna (10, 11). Selain itu, penelitian tentang efek norgestimate dan desogestrel yang dikombinasi dengan 25 μg ethinyl estradiol (EE), ternyata hasilnya tidak menunjukkan perbedaan dengan kedua penelitian tersebut diatas (12).
Saat ini banyak dilakukan penelitian dengan menggunakan kontrasepsi oral tiga fase. Nampaknya kontrasepsi oral jenis ini hanya memberikan efek yang minimal pada metabolisme karbohidrat, dan bahkan tidak menunjukkan efek yang berarti pada pemakainya. Efek itu tergantung pada macam kontrasepsi oral yang dipakai, serta ada atau tidak adanya latar belakang risiko timbulnya penyakit-penyakit tersebut. (8, 12).