Obat yang Berefek pada Epididimis
Epididimis
merupakan target yang baik untuk studi perkembangan kontrasepsi pria. Hal itu
karena proses pematangan sperma terjadi didalam organ ini, dimana terjadi
peningkatan motilitas spermatozoa, serta dapat mengenali dan membuahi sebuah
sel telur begitu sperma keluar dari saluran epididimis. Berbagai macam cara
pendekatan telah dilakukan, yaitu:
-
menimbulkan kontraksi pada saluran
peritubular epididimis, yang akan mengurangi waktu transit sperma sehingga
interaksi dengan sekret-sekret epitel menjadi berkurang sampai tingkat yang
tidak optimal.
-
memodifikasi
sekret-sekret epitel epididimis sehingga faktor-faktor yang berpengaruh pada
proses pematangan sperma akan menurun.
-
inhibitor-inhibitor
yang langsung menghambat motilitas, metabolisme, fungsi membran dan vitalitas sperma
Salah satu contoh obat yang memiliki aktifitas pada
epididimis adalah EPPIN (Epididymal
Protease Inhibitor) yang dapat menimbulkan infertilitas dengan cara
menurunkan motilitas dari sperma.
Cara-cara diatas belum sepenuhnya berhasil untuk
diterapkan, sehingga perlu studi lebih lanjut (35, 36)
f. Tamsulosin dan Silodosin
Tamsulosin dan Silodosin adalah
suatu obat penghambat alfa (1A) selektif, yang digunakan untuk mengobati
penderita Benign Prostate Hyperplasia
(BPH). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tamsulosin dan Silodosin dapat
menimbulkan disfungsi ejakulasi yang ditandai dengan penurunan volume ejakulat,
baik pada pasien tua maupun yang masih muda. Subtipe Alfa (1A)-adrenoseptor
menunjukkan peranan yang dominan untuk memicu kontraksi organ seks asesori yang
melaksanakan fungsi ejakulasi, sehingga hambatan pada alfa (1A)-adrenoseptor
akan menurunkan motilitas organ-organ ini, yang akibatnya akan menghambat
transport sperma (37, 38, 39)
g.
Gandarusa
Gandarusa (Justicia gendarussa Burm. f) merupakan salah
satu contoh tanaman yang banyak terdapat di Indonesia dan memiliki efek anti fertilitas. Daun Justicia gendarussa Burm. f. Telah digunakan oleh sebagian masyarakat di Irian Jaya sebagai obat kontrasepsi pria. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam gandarusa terdapat 12 komponen flavonoid dengan berat molekul sama, komponen major flavonoid
adalah 6,8-di-a Larabinopiranosil-4,5,7
trihidroksiflavon atau 6,8-diarabinosilapigenin dengan aktivitas pencegahan penetrasi spermatozoa in vitro dan salah satu
komponen minor adalah 6-a-L arab
inopiranosil- 4,5,7 - trihidroksi- 8 - B – Dsilopiranosilflavon atau 6-arabinosil-8 silosilapigenin. Kedua senyawa menghambat aktivitas enzim hyaluronidase. Enzim Hyaluronidase berfungsi untuk penetrasi spermatozoa pada cumulus oophorus ovum.
Bila aktivitas enzim ini dihambat
maka penetrasi spermatozoa tidak terjadi dan begitu pula dengan proses fertilisasinya. Pemberian gandarusa menyebabkan
akumulasi metabolit dalam aliran darah (blood vessel) di daerah testis. Akumulasi metabolit ini akan mengganggu sekresi LH dan FSH di testis. Hal ini akan dapat menggangu proses spermatogenesis (40,
41).
h. Biji Carica papaya.
Biji Carica papaya telah diketahui mengandung
komponen-komponen yang diduga dapat mempengaruhi fertilitas. Beberapa
eksperimen menunjukkan bahwa biji C.
papaya nampaknya mengganggu proses spermatogenik, menyebabkan azoospermia
atau hambatan total motilitas sperma pada hewan percobaan. Mekanisme
kontrasepsi ditunjukkan dengan mengecilnya volume nukleus dan siptoplasma dari
sel-sel Sertoli, yang mengakibatkan degenerasi nukleus pada spermatosit dan
spermatid sehingga spermatogenesis terganggu . Sedangkan sel Leydig tetap
normal. Secara fisik akan terlihat penurunan jumlah sel sperma yang diproduksi,
inhibisi total motilitas sperma dan peningkatan jumlah sel sperma abnormal.
Biji C. papaya dinyatakan aman untuk pemakaian jangka panjang. (42, 43).
i. Biji
Cuminum cyminum
Biji C. cyminum (jeera, jintan putih) telah dibuktikan memiliki efek
kontrasepsi pada hewan percobaan. Ekstrak methanol dari C. cyminum yang diberikan pada tikus jantan selama 60 hari
menunjukkan bahwa terjadi penurunan berat testes, epididimis, vesikula
seminalis dan prostat. Disamping itu, juga terjadi penurunan densitas sperma,
penurunan jumlah sel-sel sperma dalam cauda epididimis dan testes, serta
penurunan motilitas sperma. Disini tidak dijumpai penurunan jumlah sel-sel
Sertoli. Reduksi dari fertilitas mencapai 69.0% dan 76% pada dosis 100 dan 200
mg/hari. Penelitian ini juga tidak menunjukkan adanya efek samping yang berarti
(44).
ADS HERE !!!