Toxoplasma gondii dapat menyerang semua sel yang berinti sehingga dapat menyerang semua organ dan jaringan tubuh hospes kecuali sel darah merah. Bila terjadi invasi oleh parasit ini yang biasanya di usus , maka parasit ini akan memasuki sel hospes ataupun difagositosis. Sebagian parasit yang selamat dari proses fagositosis akan memasuki sel, berkembangbiak yang selanjutnya akan menyebabkan sel hospes menjadi pecah dan parasit akan keluar serta menyerang sel - sel lain. Dengan adanya parasit ini di dalam sel makrofag atau sel limfosit maka penyebaran secara hematogen dan limfogen ke seluruh bagian tubuh menjadi lebih mudah terjadi. Parasitemia ini dapat berlangsung selama beberapa minggu.
Kista jaringan akan terbentuk apabila telah ada kekebalan tubuh hospes terhadap parasit ini. Kista jaringan dapat ditemukan di berbagai organ dan jaringan dan dapat menjadi laten seumur hidup penderita. Derajad kerusakan yang terjadi pada jaringan tubuh tergantung pada umur penderita , virulensi strain parasit ini, jumlah parasit ini dan jenis organ yang diserang.
Lesi pada susunan saraf pusat dan pada mata biasanya bermanifestasi lebih berat dan bersifat permanent sebab jaringan – jaringan tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan regenerasi. Kelainan – kelainan pada Susunan Saraf Pusat umumnya berupa nekrosis yang disertai dengan kalsifikasi sedangkan terjadinya penyumbatan aquaductus sylvii akibat ependymitis dapat mengakibatkan kelainan berupa hydrocephalus pada bayi. Infeksi yang bersifat akut pada retina akan mengakibatkan reaksi peradangan fokal dengan oedema dan infiltrasi leucocyte yang dapat menyebabkan kerusakan total pada mata serta pada proses penyembuhannya akan terjadi cicatrix. Akibat dari pembentukan cicatrix ini maka akan dapat terjadi atrophi retina dan coroid disertai pigmentasi. . ( Natadisastra D & Agoes R,2009 ; Gandahusada S dkk, 2004 ; Neva FA & Brown HH,1994 )
Pada toxoplasmosis aquisita , infeksi pada orang dewasa biasanya tidak diketahui sebab jarang menimbulkan gejala , tetapi bila infeksi primer terjadi pada masa kehamilan maka akan terjadi toxoplasmosis congenital pada bayinya. Manifestasi klinis yang paling sering terjadi pada toxoplasmosis aquisita adalah limfadenopati, rasa lelah, demam dan sakit kepala dan gejala ini mirip dengan mononucleosis infeksiosa, kadang – kadang dapat terjadi eksantema. ( Markell EK et al, 1992 )
Toxoplasmosis sistemik pada penderita dengan imunitas yang normal dapat bermanifestasi dalam bentuk hepatitis, pericarditis dan meningoencephalitis. Penyakit ini dapat berakibat fatal walaupun itu sangat jarang terjadi. Pada penderita dengan keadaan immunocompromised misalnya pada penderita HIV –AIDS atau pada orang – orang yang mengkonsumsi imunosupresan, infeksi oleh parasit ini mungkin dapat meluas yang ditandai dengan ditemukannya proliferasi tachizoite di jaringan otak, mata, paru, hepar, jantung dan organ – organ lainnya sehingga dapat berakibat fatal. Apabila infeksi oleh parasit ini tidak diobati dengan baik dan penderita masih tetap hidup, maka penyakit ini akan memasuki fase kronik yang ditandai dengan terbentuknya kista jaringan yang berisi bradizoite dan ini terutama didapatkan di jaringan otak serta kadang kadang tidak memberikan gejala klinik yang jelas. Fase kronik ini dapat berlangsung lama selama bertahun- tahun bahkan dapat berlangsung seumur hidup . (Dharmana E,2007)
PERUBAHAN PERILAKU :
Akhir – akhir ini toxoplasmosis diperkirakan sebagai salah satu factor penyebab gangguan jiwa , termasuk schizophrenia. Pada suatu penelitian telah dibuktikan bahwa tikus yang diinfeksi dengan Toxoplasma gondii akan menunjukkan perubahan tingkah laku yang diantaranya adalah hilangnya perasaan takut terhadap kucing yang tentu saja dalam hal ini sangat menguntungkan bagi Toxoplasma gondii ini karena dengan demikian akan dengan mudah bagi parasit ini untuk melengkapi siklus seksualnya pada usus kucing. (Torrey FE & Yolken RH, 2006)
PEMBAHASAN :
Meskipun infeksi laten yang diakibatkan oleh parasit Toxoplasma gondii adalah salah satu infeksi yang sudah umum terjadi pada manusia serta biasanya dianggap suatu infeksi yang tidak mempunyai gejala atau asymptomatis kecuali pada toxoplasmosis congenital , tetapi asumsi ini kembali ditelaah dengan adanya bukti bahwa ternyata infeksi laten dari Toxoplasma gondii dapat mengubah perilaku rodentia.
Sejumlah test mengenai sifat dan kepribadian atau melalui panel penilaian perilaku terhadap manusia usia dewasa, ternyata didapatkan fakta bahwa terdapat perbedaan yang bermakna terhadap perubahan perilaku manusia yang terinfeksi oleh Toxoplasma gondii dengan manusia yang tidak terinfeksi oleh Toxoplasma gondii. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa kinerja psikomotorik pada orang yang terinfeksi Toxoplasma gondii menjadi berkurang dibandingkan dengan orang yanf tidak terinfeksi oleh Toxoplasma gondii. Dugaan bahwa infeksi laten dari parasit Toxoplasma gondii ini dapat berdampak pada tingkah laku manusia dan bahkan pada perbedaan transkultural adalah suatu hal yang wajar mengingat telah pula dilakukan studi tentang kemungkinan bahwa infeksi Toxoplasma gondii berpengaruh terhadap watak dan kinerja psikomotorik. Infeksi Toxoplasma gondii dapat meningkatkan kadar dopamine pada rodentia. Mekanisme meningkatnya dopamine pada manusia yang terinfeksi Toxoplasma gondii belum diketahui, tetapi mungkin melibatkan pelepasan factor inflamasi dopamine dengan cara peningkatan pelepasan cytokines misalnya Interleukin-2. Ketidakseimbangan dopamine antara bagian mesolimbic dengan bagian mesocotical dari otak diduga sangat berperan dalam perkembangan schizophrenia. Hal ini dapat menjelaskan tentang hubungan antara schizophrenia dengan toxoplasmosis. Perbedaan kadar testosterone juga mungkin dapat menjadi factor yang mempengaruhi perbedaan perilaku antara subyek peneletian yang terinfeksi toxoplasma gondii dengan subyek penelitian yang tidak terinfeksi toxoplasma gondii. Subyek penelitian yang terinfeksi Toxoplasma gondii mengindikasikan memiliki kadar testosterone ynag lebih tinggi. Kadar hormone steroid yang tinggi telah banyak dihubungkan dengan imunitas sel yang rendah, oleh sebab itu maka hubungan antara kadar testosterone dengan toxoplasmosis adalah sebagai berikut : bahwa resiko toxoplasmosis akan lebih besar pada subyek dengan kadar testosterone yang tinggi dan tentu saja dengan imunitas yang lebih rendah. Kemungkinan lain adalah bahwa perubahan perilaku yang dipicu oleh Toxoplasmosis dapat merupakan efek samping meningkatnya testosterone untuk mengurangi imunitas sel hospes dan selanjutnya akan meningkatkan peluang kelangsungan hidup Toxoplasma gondii tersebut dalam sel hospes. ( Flegr J,2007)
Terdapat bukti yang meyakinkan bahwa protozoa Toxoplasma gondii dapat menyebabkan perubahan perilaku pada hospesnya , termasuk diantaranya adalah infeksi latennya. Perubahan perilaku tersebut muncul sebagai hasil dari desakan yang kuat pada parasit untuk meningkatkan penularan dari intermediate hostnya yang umumnya adalah rodentia kepada definitive hostnya yaitu genus feline. Dalam penularan ini dapat terjadi perkembangbiakan sexual yang akan menyempurnakan siklus hidup Toxoplasma gondii. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infeksi Toxoplasma gondii dapat mengubah perilaku rodentia yaitu untuk membuat keadaan mereka cenderung menarik dan hal tersebut dimaksudkan agar rodentia dimangsa oleh bangsa kucing yang merupakan definitive host dari Toxoplasma gondii. Selanjutnya perubahan perilaku ini ternayata dapat berbalik secara bertahap dengan pengobatan menggunakan antipsikosis dan mood stabilizer. (Webster JP, 2007)
PENUTUP :
. Toxoplasmosis tidak selalu menyebabkan keadaan patologis pada hospesnya, penderita seringkali tidak menyadari bahwa dirinya terinfeksi sebab seringkali asymptomatis, terutama pada penderita yang mempunyai imunitas tubuh yang baik. Toxoplasmosis akan memberikan gejala yang jelas pada penderita yang mengalami penurunan imunitas. Penyakit ini dapat berakibat fatal walaupun itu sangat jarang terjadi.
Akhir – akhir ini toxoplasmosis diperkirakan sebagai salah satu factor penyebab perubahan perilaku dan gangguan jiwa , termasuk schizophrenia..Infeksi Toxoplasma gondii dapat mengubah perilaku rodentia yaitu untuk membuat keadaan mereka cenderung menarik dan hal tersebut dimaksudkan agar rodentia dimangsa oleh bangsa kucing yang merupakan definitive host dari Toxoplasma gondii.
Perubahan perilaku yang dipicu oleh Toxoplasmosis dapat merupakan efek samping meningkatnya testosterone untuk mengurangi imunitas sel hospes dan selanjutnya akan meningkatkan peluang kelangsungan hidup Toxoplasma gondii tersebut dalam sel hospes.
Infeksi Toxoplasma gondii dapat meningkatkan kadar dopamine pada rodentia. Mekanisme meningkatnya dopamine pada manusia yang terinfeksi Toxoplasma gondii belum diketahui, tetapi mungkin melibatkan pelepasan factor inflamasi dopamine dengan cara peningkatan pelepasan cytokines misalnya Interleukin-2. Ketidakseimbangan dopamine antara bagian mesolimbic dengan bagian mesocotical dari otak diduga sangat berperan dalam perkembangan schizophrenia
ADS HERE !!!