Sebagaimana anda ketahui, hubungan dua universal dari pahaman-pahaman universal yang ada menghasilkan 4 macam perhubungan. Pada bab ini kami akan menyajikan hubungan dua pahaman universal yang masing-masing diperlawankan terlebih dahulu. Misalnya, dua pahaman, manusia dan rasional, menjadi bukan manusia dan bukan rasional. Untuk membuktikan hasil dari memperlawankan kedua pahaman tersebut, akan dipakai suatu cara (jalan) yang disebut dengan “cara riset” (sirkel, keraguan, research circle, istiqsha, dauran, tardid). Yaitu mengumpulkan semua yang bisa dimungkinkan, kemudian ketika terbukti ketidakbenaran semuanya kecuali satu, maka yang terakhir inilah yang benar. Cara ini juga dipakai oleh salah seorang ulama terkenal Syeikh Ridha Muzhaffar dalam masalah ini dalam Mantiq-nya.
1. Perlawanan Hubungan Sama
Seperti kami terangkan di atas, untuk mengetahui hasil dari perlawanan sama ini, kami akan menguraikan semua kemungkinannya. Dengan demikian hasil tersebut tidak akan keluar dari empat perhubungan. Sebab pertama, perlawanan pahaman universal tetap merupakan pahaman universal. Misalnya “bukan manusia” yang diperlawankan dengan pahaman manusia. Pahaman bukan manusia ini mempunyai banyak ekstensi seperti pohon, batu, gunung, langit, dll. Sebab kedua, sebagaimana maklum, setiap pahaman universal yang dihubungkan dengan pahaman universal lainnyaakan menghasilkan empat perhubungan – lihat empat perhubungan. Kalau tidak keluar dari empat perhubungan, maka perlawanan hubungan sama akan menjadi salah satu dari hubungan perbedaan, umum dan khusus mutlak, umum dan khusus dari satu segi atau menjadi hubungan sama.
Untuk mempermudah pembuktiannya, kita akan memakai huruf dan lambang yang sudah kami jelaskan pada pelajaran empat perhubungan. Dengan demikian uraiannya sebagai berikut:
Hubungan sama adalah A = B.
Perlawanannya tidak akan keluar dari,
1. –A // -B
2. –A X –B
3. –A > -B
4. –A < -B
5. –A = -B
Keterangan: (-) berarti bukan dan lain-lain yang menunjukkan kenegatifan.
Pada nomor 1 sampai dengan 3 dapat dikatakan bahwa A tidak berkumpul – setidaknya – dengan –B pada sebagiannya. Maka dapat kita katakana bahwa “-A tanpa –B”. Berarti “-A bersama B, sebab, dua hal yang berlawanan tidak terangkat kedua-duanya – lihat perbedaan perlawanan. Dengan demikian, akan menghasilkan ketidakbenaran perkataan, bahwa “A bersama B”, sebab dua perlawanan tidak berkumpul. Dengan uraian ini menjadi jelas bahwa ketiga hubungan itu tidak benar, sebab menghasilkan kesalahan dari statemen “A bersama B” padahal hubungan asalnya adalah “A bersama B” yaitu “A=B”.
Kita urai satu kemungkinan lagi dari dua kemungkinan yang masih belum kita uraikan “-A < -B” dan “-A = -B”. Kalau menjadi “-A < -B” maka “-B tanpa –A”. Kemudian menjadi “-B bersama A”, sebab perlawanan dua hal tidak terangkat, maka tidak benarlah perkataan bahwa “B bersama A”, sebab perlawanan dua hal tidak berkumpul semua. Dengan demikian hasil ini –A < -B juga tidak benar, sebab menyimpang dari hubungan semula, yaitu A = B atau B = A alias “A bersama B” atau “B bersama A”. Dengan uraian di atas dapat dikatakan bahwa hasil yang benar adalah “-A = -B”, sebab kemungkinan yang lain yang ada, telah terbukti kesalahannya. Perlu diketahui, bahwa menjadi lima hubungan yang dimungkinkan di atas karena pada hubungan umum dan khusus mutlak bisa berbalikan. Berarti bukan ada hubungan baru yang keluar dati empat perhubungan.
2. Perlawanan Hubungan Umum dan Khusus Mutlak
Pada perlawanan hubungan umum dan khusus mutlak ini kami akan menguraikannya seperti pada perlawanan hubungan sama.
Hubungan umum dan khusus mutlak yakni A>B atau sebaliknya, perlawanannya tidak akan keluar dari:
1. -A=-B
2. -A//-B
3. -AX-B
4. -A>-B
5. -A<-B
Hubungan pertama –A=-Bakan menghasilkan “A=B”, sebab perlawanan hubungan sama menghasilkan hubungan sama juga. Maka hasil ini - ( -A=-B ) tidak benar, sebab kembalinya, menjadi hubungan sama, yaitu “A=B”. padahal hubungan yang dikehendaki adalah hubungan umum dan khusus mutlak, yaitu “A>B”.
Pada hubungan nomor 2 sampai nomor 4, dapat disimpulkan menjadi “-A tanpa –B”, walaupun hanya pada sebagian ekstensinya. Maka dapat diuraikan menjadi “-A bersama B”, sebab perlawanan dua hal tidak terangkat semua. Uraian ini menghasilkan “B tanpa A”. berarti ada ekstensi B yang tidak tercakup A. Padahal hubungan yang dikehendaki semula adalah A>B. Artinya semua ekstensi B tercakup A dan tidak sebaliknya. Dengan demikian, hasil pada nomor 2 sampai nomor 4 tidak benar. Maka tertentulah hasil dari perlawanan hubungan umum dan khusus mutlak, namun terbalik A yang tadinya lebih umum, sesudah diperlawankan menjadi lebih khusus, -A<-B.
3. Perlawanan Hubungan Umum dan Khusus Dari Satu Segi
Perlawanan dari hubungan umum dan khusus dari satu segi ini menghasilkan 2 bentuk hubungan.
Pertama: Menjadi hubungan umum dan khusus dari satu segi juga. Misalnya, putih dan burung yang menjadi bukan-putih dan bukan-burung. Bukan-putih berpisah dengan bukan-burung pada burung yang bukan putih, begitu pula sebaliknya, yakni bukan-burung. Sedang bukan-putih berkumpul dengan bukan-burung pada batu-hitam, langit-biru, dll, begitu juga sebaliknya.
Kedua: Menjadi hubungan perlawanan. Misalnya binatang dan bukan manusia yang menjadi bukan-binatang dan bukan-bukan-manusia, ataubukan binatang dan manusia, sebab menolak penolakan berarti menetapkan. Pada contoh ini, bukan-binatng tidak pernah berkumpul dengan manusia. Begitu pula sebaliknya, sebab setiap yang bukan binatang pasti bukan manusia, dan setiap manusia pasti binatang. Setiap manusia pasti bukan-bukan-binatang, sebab manusia adalah binatang.
Kalau dua hasil di atas kita gabungkan akan menghasilkan apa yang dikatakan para ahli logika dengan istilah “perlawanan partikulir”. Artinya adalah tidak berkumpul, walaupun setidaknya pada sebagian ekstensi keduanya.
Gabungan tersebut adalah sebagai berikut:
Pada contoh pertama -A X –B
Pada contoh kedua -A // -B
__________________________________
Menjadi -A tanpa –B
Penjelasan dengan cara sirkel
Hubungan umum dan khusus dari satu segi adalah AXB.
Perlawanannya tidak akan keluar dari:
1. –A = -B 3. –A < -B 5. –A // -B
2. –A > -B 4. –A X –B
Pada hasil pertama tidak bisa dibenarkan, sebab setelah dikembalikan, akan menjadi A=B – sebab perlawanan hubungan sama adalah sama – sedang hubungan yang dikehendaki adalah AXB.
Pada hasil kedua dan ketiga juga tidak bisa dibenarkan. Sebab setelah dikembalikan –A > -B menjadi A < B, dan –A < -B menjadi A > B. Artinya, hubungan tersebut menjadi hubungan umum dan khusus mutlak. Sedang yang dikehendaki adakah umum dan khusus dari satu segi.
Dengan demikian maka tertentulah bahwa hasil perlawanan dari umum dan khusus dari satu segi adalah perlawanan partikulir, alias sebagian hasilnya umum dan khusus dari satu segi dan pada sebagian yang lain menghasilkan hubungan perlawanan.
4. Perlawanan Hubungan Perlawanan
Perlawanan hubungan perlawanan juga menghasilkan hubungan partikulir. Misalnya ada dan bukan-ada. Perlawanannya adalah bukan ada dan bukan-bukan-ada atau bukan-ada dan ada. Dengan demikian hasilnya juga merupakan hubungan perlawanan, yaitu tidak pernah berkumpul (bertemu) pada ekstensi2 kedunya. Sedang contoh yang menghasilkan umum dan khusus dari satu segi adalah manusia dan batu yang menjadi bukan-manusia dan bukan-batu. Bukan-manusia berkumpul dengan bukan-batu pada pohon, langit dan lain-lainnya; dan berpisah dengan bukan-batu di batu, begitu pula sebaliknya. Yaitu, bukan-batu berkumpul dengan bukan-manusia pada langit, laut, pohon dan lain-lain; dan berpisah dengan bukan-manusia pada manusia.
Penjelasan dengan cara sirkel
Hubungan perlawanan adalah A//B.
Perlawanannya tidak akan keluar dari:
1. –A=-B 3. –A<-B 5. –A//-B
2. –A>-B 4. –AX-B
Dengan uraian seperti pada hubungan umum dan khusus dari satu segi, hasil perlawanan hubungan perlawanan ini, juga menmghasilkan hubungan perlawanan partikulir.
LIMA UNIVERSAL
Pembagian lain yang sangat penting terhadap pahaman universal adalah pembagian universal menjadi lima bagian, yaitu golongan, pembeda, jenis, sifat umum dan sifat khusus, yang terkenal dengan nama “lima universal” (kulliyatu al-khamsah, Isagoge). Pembagian ini sangat penting karena selain banyak berperan dalam pembahasan filsafat dan pembahasan lain dalam logika, ia juga sangat berperan dalam subyek pertama ilmu logika – yaitu definisi. Bahkan bisa dikatakan bahwa tanpa mengetahui pembagian ini, seseorang tidak akan dapat mendefinisikan sesuatu secara baik dan logis.
Pembagian pertama dalam bahasan Lima Universal ini adalah pembagian pahaman universal menjadi dua bagian, Universal Zat dan Universal Sifat.
1. Universal Zat (Kulli Zati, Universal Essential)
Universal Zat adalah “pahaman universal yang menjadi asas essensi (hakekat) suatu ekstensi (individu)” atau “pahaman universal yang masuk dalam essensi suatu ekstensi”
Penjelasan:
Maksud dari definisi di atas adalah satu pahaman universal yang kalau tidak dibubuhkan dalam essensi suatu individu, maka individu tersebut tidak bisa menjadi wujud. Misalnya benda, binatang, dan rasional terhadap Ahmad sebagai individu dari manusia. Kalau pahaman benda, binatang atau rasional kita ambil dan tidak dimasukkan dalam essensi Ahmad, maka si Ahmad tidak bisa digolongkan dan dikategorikan sebagai manusia. Sebab benda, binatang dan rasional merupakan suatu yang harus dimiliki oleh essensi manusia atau hakekat manusia.
2. Universal Sifat (Kulli ‘Aradhi, Universal Accidental)
Universal sifat adalah “pahaman universal yang tidak termasuk dalam essensi suatu ekstensi”.
Penjelasan:
Maksud dari definisi di atas adalah suatu pahaman yang merupakan kebalikan dari pahaman zat. Yaitu suatu pahaman yang ada dan tidaknya tidak mempengaruhi essensi suatu ekstensi. Artinya, suatu ekstensi tetap wujud sekalipun pahaman tersebut kita cabut darinya. Misalnya tertawa, berjalan (sebagai sifat bukan kata kerja), sarjana dan lain-lain. Kalau kita cabut sifat-sifat tersebut dari Ahmad – misalnya – sebagai ekstensi dari pahaman manusia, maka Ahmad tetap tergolong manusia. Sebab zat-zat manusia pada si Ahmad masih tetap dikatakan manusia, karena binatang rasional masih tetap ada padanya.
Sifat-sifat Khusus Universal Zat
Ciri-ciri khusus universal zat yang banyak dikenal ada 4 macam. Namun pada hakekatnya sebagian universal sifat mempunyai kesamaan sifat dengan universal zat pada tiga dari empat sifat tersebut.
Empat ciri tersebut adalah:
1. Universal zat tidak bisa dipisah dari ekstensinya, baik pada wujud-luar atau dalam. Seperti binatang pada manusia, kuda dan lain-lain, baik pada wujud-luar atau dalam. Pahaman binatang tidak boleh dipisahkan dari manusia atau kuda dan lain-lainnya. Tidak seperti sifat rajin, atau putih pada tembok, yang bisa dipisahkan dari si rajin dan tembok. Akan tetapi sifat ini, yakni tidak terpisahnya universal zat dari ekstensinya, tidak khusus dimiliki universal zat, sebab sebagian universal sifat juga mempunyai sifat ini. Misalnya ganjil pada angka 3, 5, 7, dan seterusnya. Ganjil tidak bisa dipisahkan dari angka-angka tersebut walaupun bukan merupakan zat mereka. Baik dipisahkan di wujud luar atau dalam.
2. Universal zat tidak disebabkan oleh sesuatu, atau – dengan kata lain – tidak bersebab. Maksudnya, kezatannya pada suatu ekstensi bukan merupakan akibat dari suatu penyebab selain dari essensi itu sendiri. Misalnya, kebinatangan pada manusia.
Kebinatangan pada manusia buka merupakan akibat dari sesuatu yang lain dari kemanusiaan itu sendiri. Artinya, ia (manusia) binatang karena ia manusia. Bukan lantaran sesuatu yang lain yang telah memberinya – manusia – kebinatangan. Tidak seperti pada universal sifat yang merupakan akibat dari sesuatu yang lain. Seperti tertawa yang diberikan Allah pada manusia, atau seperti putihnya tembok, yang merupakan akibat dari putihnya kapur.
Dan putihnya kapur sendiri merupakan akibat dari sesuatu yang lain, sebab putih pada kapur bukan merupakan zat kapur. Sifat kedua ini pun tidak hanya dimiliki universal zat secara khusus, sebab sebagian universal sifat mempunyai cirri semacam ini. Misalnya pada contoh nomor 1.
3. Universal zat terang ketetapannya atau mudah (badihi, dharuri). Artinya, dalam menetapkan kebinatangan atau kerasionalan pada manusia – misalnya – tidak memerlukan pikiran dan argumen. Berbeda dengan menetapkan sifat pandai, penyair, sarjana pada si Ahmad, misalnya. Akan tetapi sifat ini pun dimiliki oleh kebanyakan universal sifat. Seperti tinggi pada langit, panas pada api, putih pada kapas dan lain-lain.
4. Universal zat mendahului essensi dalam wujud dalam. Yaitu, binatang dan rasional harus dibayangkan terlebih dahulu sehingga dapat membayangkan manusia. Tidak seperti sifat pandai, penyair, putih dan lain-lain yang membelakangi essensi manusia atau kapas dan lain-lain dalam kepahaman. Dalilnya adalah sebagai berikut:
Essensi, haruslah merupakan gabungan dari beberapa universal zat (lihat bab definisi). Dan setiap yang mempunyai bagian pasti didahului oleh bagiannya. Dahulu mendahului disini bukan dahulu mendahului dalam waktu, tetapi dalam tingkatan yang dalam istilah logika dan filsafat disebut “dahulu-mendahului zati”. Dengan demikian universal zat mendahului essensi. Dan sudah tentu juga mendahului universal sifat. Jadi, membayangkan zat-zat kemudian membayangkan essensi lalu membayangkan sifat.
Contoh:
Binatang rasional, kemudian manusia, lalu penyair.
Sebenarnya, sifat yang dimiliki universal-zat secara khusus hanyalah sifat yang terakhir ini. Oleh karena itulah sifat tersebut merupakan sifat pembeda antara universal zat dan sifat.
Pertanyaan siapa-Dia ?Dan Apa-Dia ?
Sebelum kita lanjutkan pembahasan universal, Kami palingkan Anda pada suatu masalah yang perlu diketahui sebelum memasuki pembahasan tersebut. Yaitu mengenai kata Tanya “Siapa-Dia”dan “Apa-Dia”.
Kata tanya “Siapa-Dia” adalah menanyakan ciri2 atau sifat2 sesuatu yang ditanyakan. Dan jawaban yang benar untuk pertanyaan tersebut adalah menyebutkan sifat2 sesuatu yang ditanyakan. Misalnya, “Siapakah-Dia-yang menjadi khotib di masjid fulan itu ?”jawabnya-misal-adalah-bapak Ahmad; yang mempunyai pesantren fulan; pengarang buku fulan; lulusan universitas fulan; dan lain2. Dalam pertanyaan ini tidak boleh dijawab dengan –misal – manusia;binatang rasional dan lain2 yang berupa zat. Sedang pertanyaan “apa-Dia” adalah menanyakan hakekat atau essensi sesuatu yang ditanyakan. Dan jawaban yang benar adalah menyebutkan essensi yang dimilikinya, baik secara global maupun rinci. Misalnya pertanyaan tentang “Apakah Ahmad, manusia, dan kuda itu ?”.
Jawaban yang benar untuk menawab pertanyaan semcam itu adalah dengan menyebut zat2 yang dimiliki oleh sesuatu yang ditanyakan. Baik menyebutkannya secara global maupun rinci, secara lengkap atau tidak, misalnya Ahmad adalah “manusia”, atau “binatang” atau “binatang rasional” atau “benda berkembang yang perasa yang bergerak dengan kehendak dan rasional”.
Kesimpulan:
Pertama: pertanyaan “siapa-Dia” adalah untuk menanyakan sifat2 (‘aradh, accident) sesuatu yang ditanyakan.
Kedua: pertanyaan “apa-Dia “adalah untuk menanyakan zat-zat sesuatu yang ditanyakan, baik keseluruhan atau sebagian, secara global maupun rinci.
Pembagian Universal Zat dan Sifat
Pembagian kedua dalam bahasan lima universal adalah pembagian terhadap universal zat dan sifat. Universal zat dibagi menjadi tiga bentuk pahaman: golongan, jenis dan pembeda. Sedang universal sifat dibagi menjadi dua bentuk pahaman, sifat khusus dan umum.
1. Universal-Golongan (Nau’, species)
Kalau ada orang bertanya, “Apakah Ahmad, Ali, Hasan, dan Ja’far itu?”. Untuk menjawab pertanyaan diatas kita harus memperhatikan dua hal dibawah ini:
Pertama, pertanyaan tersebut tidak dapat kita jawab dengan menyebutkan sifat2 mereka, dengan mengatakan, misalnya, “Mereka adalah siswa sekolah fulan”. Sebab yang ditanyakan adalah hakekat (essensi) mereka (apa-dia) dan bukan identitas mereka.
Kedua, individu2 (ekstensi2) yang ada satu sama lain – mempunyai kesamaan essensi (hakekat). Dan jumlah (banyak) yang ada pada mereka hanya terdapat pada bilangannya saja (bukan jumlah dalam banyak ragam hakekat).
Dengan memperhatikan dua hal diatas dapat kita simpulkan bahwa jawaban dari pertanyaan tersebut adalah satu jawaban, yang didalamnya tergabung 4 individu yang sama essensinya. Dan sudah tentu harus berupa zat bukan berupa sifat. Jawaban inilah yang dikatakan golongan yang jawabannya – sesuai dengan contoh – adalah “manusia”.
Dengan demikian, golongan dapat kita definisikan sebagai “Suatu pahaman universal tentang hakekat, yang didalamnya terdapat gabungan, yang jumlahnya hanya terdapat pada bilangannya saja, dan untuk menjawab pertanyaan apa-dia”
2. Universal-Jenis (Jins, Genus)
Kalau ada orang bertanya, “Apakah Eko, kuda, gajah, dan singa ini?”. Untuk menjawab pertanyaan diatas kita harus memperhatikan dua hal di bawah ini:
Pertama, pertanyaan tersebut menanyakan hakekat mereka – apa – dia – bukan identitas mereka – siapa-dia.
Kedua, ekstensi-ekstensi yang ada – satu sama lain – berbeda essensi.
Dengan memperhatikan dua hal diatas dapat kita simpulkan bahwa jawaban pertanyaan tersebut adalah suatu jawaban, yang tergabung di dalamnya empat individu (ekstensi) yang tidak mempunyai kesamaan essensi. Jawaban inilah yang dikatakan jenis yang jawabannya – sesuai dengan contoh – adalah binatang. Karena binatang mencakup Eko, kuda, gajah dan singa.
Dengan demikian, kita dapat mendefinisikan universal-jenis dengan, “Suatu pahaman universal tentang hakekat, yang di dalamnya terdapat gabungan, yang jumlahnya (banyaknya) terdapat pada essensi dan untuk menjawab pertanyaan apa-dia atau “Suatu pahaman universal tentang hakekat yang di dalamnya terdapat gabungan, yang satu sama lain berbeda essensi dan untuk menjawab pertanyaan apa-dia”.
3. Universal-Pembeda (Fashl, Differentia)
Setelah jenis sesuatu diketahui, mungkin timbul pertanyaan lain yang layak untuk ditanyakan. Misalnya, setelah diketahui bahwa Eko adalah dari jenis binatang, penanya mungkin ingin mengetahui pembeda Eko dari yang lainnya, maka ia bertanya – missal – “Apakah zat pembedanya?”
Untuk menjawab pertanyaan diatas kita juga harus memperhatikan dua hal dibawah ini:
Pertama, pertanyaan tersebut menanyakan hakekat atau zat, bukan sifat atau identitas. Hal ini nampak jelas pada pertanyaan “apakah zat pembedanya?”
Kedua, karena essensi merupakan gabungan dari jenis dan pembeda (lihat bab definisi) maka zat yang ditanyakan adalah bagian dari suatu essensi yang merupakan pembeda dari yang lainnya dan pengkhusus bagi essensi itu sendiri. Rasional, merupakan jawaban dari contoh diatas.
Dengan memperhatikan dua hal diatas dapatlah kita mendefinisikan pembeda dengan “suatu pahaman universal tentang bagian pengkhusus suatu essensi yang untuk menjawab pertanyaan, apakah zat pembedanya”.
4. Universal Sifat Khusus (‘Aradh Khash, property)
Dalam banyak hal kita dapat melihat sesuatu, baik golongan maupun jenis atau ekstensi, yang mempunyai suatu kekhususan pada dirinya. Namun kekhususan itu secara akal dapat dipisahkan dari pemiliknya. Artinya, kalau kekhususan itu dipisahkan dari pemiliknya, essensi pemilik tersebut tetap utuh. Dengan demikian kekhususan yang dimiliki tidak masuk dalam essensi pemiliknya. Misalnya tertawa, yang menjadi salah satu sifat khusus dari golongan manusia.
Dengan penjelasan diatas, dapatlah kita mendefinisikan sifat khusus sebagai “Pahaman universal yang berupa (bisa dijadikan) predikat yang khusus bagi dan keluar dari essensi subyeknya” atau “Pahaman universal yang berupa hukuman yang khusus bagi dan keluar dari essensi yang dihukum” atau “Pahaman universal yang berupa suatu keterangan – yang menerangkan – yang khusus bagi dan keluar dari essensi yang diterangkan”.
Penjelasan
Istilah subyek (maudhu’, subject), dihukum (D, mahkum ilaih, mahkum) dan yang diterangkan (D), mempunyai satu arti, yaitu sesuatu yang dihukumi atau diterangkan. Misalnya, manusia pada proposisi “manusia adalah binatang”, “manusia adalah binatang rasional”, “manusia adalah tertawa – yang tertawa” dll.
Namun yang akan sering dipakai dalam buku ini adalah 2 istilah pertama. Begitu pula tentang istilah predikat (mahmul, predicate), hukuman (H, mahkum bihi, hukum) dan keterangan (yang menerangkan, M) mempunyai satu arti, yaitu sesuatu yang menghukumi, ketetapan atau menerangkan. Misalnya pahaman binatang, binatang rasional, tertawa – yang tertawa – dan lain2 pada contoh proposisi diatas. Perlu diingat bahwa kedua predikat pertama – binatang dan binatang rasional – merupakan suatu predikat yang tidak keluar dari subyeknya, yakni manusia. Sedang tertawa – yang tertawa – merupakan predikat yang keluar dari subyeknya, yaitu keluar dari hakekat atau essensi subyek yang ia predikati, yakni manusia.
5. Universal Sifat Umum (‘Aradh ‘aam, Commons predicate)
Selain suatu golongan, jenis dan ekstensi mempunyai sifat khusus, mereka juga mempunyai sifat umum. Artinya mempunyai sifat yang dimiliki mereka dan selain mereka. Misalnya, sifat berbentuk. Ia disamping dimiliki binatang, juga dimiliki oleh pepohonan, bebatuan dan lain2. begitu juga sifat berjalan pada manusia dan Ahmad. Anda dapat mengetahui suatu sifat merupakan sifat umum apabila anda melihat sifat tersebut dimiliki oleh suatu pahaman universal yang lebih luas ketimbang subyek yang disifati semula. Baik pemilikan oleh yang lebih luas tersebut merupakan pemilikan khusus atau juga umum. Misalnya sifat berjalan dan berbentuk pada manusia dalam proposisi “Manusia adalah berjalan – yang berjalan – atau berbentuk. Kalau sifat berjalan dan berbentuk tersebut dimiliki oleh pahaman yang lebih luas dari manusia, misalnya binatang, maka sifat2 itu bagi manusia merupakan sifat umum. Sebab sifat2 itu pasti dimiliki oleh binatang selain manusia, yang tergabung dalam pahaman binatang – secara universal. Dengan demikian kita dapat mendefinisikan sifat umum sebagai “suatu pahaman universal yang berupa predikat yang keluar dari essensi subyek yang mempredikati subyek dan lainnya”.